CATATAN
PERJALANAN (SOLO-HIKING): GUNUNG SUMBING VIA MANGLI
Oleh: Heri Jimanto
Salam jumpa sobat petualang. Kembali
bertemu dalam sebuah cerita. Kali ini saya akan berbagi pengalaman sendirian
mendaki Gunung Sumbing. Istilah kerennya adalah solo-ist dengan metode trail
run atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan “Tek-Tok”.
Sedikit informasi bahwa Gunung
Sumbing sebenarnya masuk wilayah tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang,
Wonosobo, dan Temanggung, Jawa Tengah. Maka, tidak mengherankan bila
gunung ini memiliki banyak jalur. Tiap
kabupaten memiliki jalur pendakian. Tentu saja, ada yang sudah resmi, tetapi
ada pula yang masih ikut jalur penduduk saat ziarah. Oleh karena itu gunung ini tidak pernah sepi dari kunjungan
para pendaki atau peziarah. Kali ini aku akan berbagi pengalaman tentang pendakian
Gunung Sumbing via Mangli, Kaliangkrik, Magelang.
Transportasi Menuju Basecamp Mangli
BC lumayan
ramai, karena pagi ini akan ada sosialisasi cara mencegah penularan covid-19.
Sebenernya, BC itu ada di balai desa dan dikelola oleh karang-taruna, maka
tidak mengherankan bila BC rame orang, selama 24 jam akan ada yang jaga (stand by). Apa lagi area sekitaran BC
miskin sinyal sedangkan BC memiliki fasilitas wi-fi, otomatis banyak anak muda
yang ikut nongkrong asik di situ.
Bila berminat
kesana bisa menghubungi mas Aryo (wa 081336352447), atau menghubungai IG
@sumbingviamangli
Simaksi Pendakian
Aku
tiba di BC lalu disambut dengan ramah oleh pengelola. Diarahkan untuk parkir
motor secara rapi. Kemudian disarankan untuk istirahat dulu, karena loket baru
buka pada pukul 07.30. Masih 1 jam lebih. Akhirnya aku isi dengan ngobrol-ngobrol
seputaran jalur pendakian dan pengelolaan BC. Hingga akhirnya aku diajak untuk
menikmati suasana desa dari atas atap BC. Keren. Pagi-pagi ditemani sepoi angin
pegunungan dengan melihat matahari yang baru nongol sambil melihat views kota Magelang yang berlatar
pegunungan dan gunung-gunung lainnya. Mantap wis pokoke.
Kusempatkan
juga ke warung di sebelah BC, kalau tidak salah warung Pak Suratno atau warung
mbak Tutik. Sambil ngopi asik, aku banyak berbagi dengan pemilik warung. Dan
tak terasa waktu telah menunjuk angka waktu 07.50, aku pun pamitan. Segera
mendaftar dengan mengisi buku tamu, form pendakian dan perbekalan yang dibawa.
Lalu menyerahkan ke pengelola dengan disertai KTP asli dan surat sehat. Juga
membayar Rp 15.000 untuk perhutani, Rp 10.000 untuk jalur pendakian dan Rp
10.000 untuk parkir 1 sepeda motor. Jadi total ongkos yang kukeluarkan sebesar
Rp 35.000.
Ceritaku tentang Pendakian Gunung Sumbing Via Mangli (dalam
bentuk dokumen vidio)
Ceritaku tentang Pendakian Gunung Sumbing Via Mangli (dalam
bentuk tulisan)
Setelah
menitipkan jaket dan celana aku pun mendapatkan peta dan sedikit uraian jalur
dengan segala medannya. Kudapati gambaran singkat mengenai total jarak yang
harus kulewati, sekitar 7,1 km. Tetapi dapat dipangkas 1,3 km bila mau
menggunakan jasa ojek. Berhubung perjalananku lumayan jauh, akhirnya aku
putuskan untuk naik ojek sampai pos 1.
Ø Basecamp - Pos 1
Dengan naik ojek, jarak tempuh 1,3
km hanya membutuhkan waktu 10 menit. Bila jalan kaki tentu akan membutuhkan
waktu lebih. Dari BC menuju Pos satu jalur berupa jalan setapak seperti yang
digunakan warga berupa batu - batu yang disusun dengan melewati ladang milik
warga. Di ujung ladang tersebut akan menemukan Pos satu yang sekaligus merupakan
batas antara ladang warga dan hutan. Sedangkan bila jalan kaki (kutapaki saat
turun) akan menerobos setapak ladang dan tentunya tidak sampai 1,3 km. Papan
penunjuk jalur cukup jelas, karena di tiap persimpangan atau percabangan papan
penunjuk arah telah terpampang. Views
sepanjang jalur antara BC-Pos 1 adalah keindahan ladang-perkebuan. Jalur ojek
akan melewati tempat wisata “Sky Views”
(semacam top selfy). Sedikit informasi
bahwa ojek jalur ini juga ikut dikelola BC. Tariff naik Rp 25.000, sedangkan tariff
turun sebesar Rp 20.000.
Ø Pos
1 Kongsen - 2 Siruwet
Pos 1 merupakan perbatasan antara
perkebunan-hutan. Tanah lapang yang cukup datar, bisa untuk berkemah. Area cukup
luas bisa menampung setidaknya 15 tenda. Ada pula selter yang bisa dipakai
untuk berteduh. Dari pos ini views
nya sudah sangat oke. Mantap. Selepas Pos 1 wilayah hutan didominasi pohon
cemara. Setapak terlihat jelas dengan papan-papan penunjuk arah yang cukup memadahi untuk memandu
pendaki agar tidak tersesat.
Diawali dengan treck landai sekitar 100 m lalu
akan belok ke kiri menyilang untuk mengikuti alur punggungan bukit di sebelah
kiri. Setelah sampai di punggungan bukit setapak mulai menanjak. Jalur pos1-2
lumayan unik, setapak seolah mengikuti alur tangga yang super panjang. Tangga alami
karena terbentuk dari akar-akar pohon cemara. Tetapi kalau tidak hati-hati,
kaki bisa terjebak di atara celah akar-akar.
Sekitar 30 menit dari Pos 1 perjalanan tek-tok ku telah tiba di pos bayangan. Area
yang sedikit terbuka, tidak tertutup rapat oleh kanopi pepohonan. Suasana kabut
tebal masih menyelimuti hutan sehingga menjadikanku enggan berlama-lama
beristirahat. Gias lagi.
Selepas pos bayangan, setapak masih sama saja,
nanjak sadis tiada ampun. Sampai pada akhirnya di pertigaan (tanpa keterangan).
Dari pertigaan ini, setapak terbuka
lebar dan lebih luas serta datar. Sekitar 50 meter dari pertigaan ini tibalah
di Pos 2.
Ø Pos 2 Siruwet - Pos 3 Camp Sunrise
Pos 2 ini berupa tanah datar di pinggis
sungai. Tanah datar yang mampu menampung sekitar 5 tenda. Sungai cukup jernih,
sehingga layak dikonsumsi. Aku tiba di pos ini pada pukul 08.50. artinya dari
perjalanan tek-tok dari pos 1-2 cukup 50 menit.
Aku tidak istirahat di pos ini, langsung melipir
mengikuti alur setapak. Selepas area pos 2, setapak akan berbelok ke arah kanan
dengan diawali menyeberangi jembatan sungai samping pos 2. Selepas jembatan,
setapak menanjak dahsyat. Tetapi tenang saja karena setapak yang nanjak telah
ditata, sehingga terkesan akan mendaki di anak tangga yang seolah tak berujung.
Anak tangga berakhir artinya medan akan
sedikit melandai. Setapak terasa melingkari punggungan bukit. Hutan agak sedikit
terbuka tetapi tanjakan makin mantap. Sampai di pertengahan antara pos 2-3, aku
berpapasan dengan penduduk setempat yang membawa kayu bakar. Dari pos 1, aku
baru berjumpa dengan 2 orang yang semuanya adalah penduduk setempat yang
mencari kayu.
Aku terus melangkah stabil, sampai pada medan
yang agak landai. Ada persimpangan. Terlihat agak membingungkan karena
ternyata, jalur baru saja ada perubahan. Ikuti saja penunjuk arah yang
menghantar untuk menyeberangi sungai. Setelah 30 meter dari sungai tibalah di
papan penunjuk yang bertuliskan “Tanjakan Debus”. Artinya pos 3 tinggal 300
meter lagi. Tidak menunda waktu, aku pun terus melangkah. Hingga akhirnya, aku
tiba di Pos 3 Camp Sunrise tepat pukul 10.00. 2 jam cukup untuk menebus waktu
perjalanan pos 1-3.
Ø Pos 3 Camp Sunrise - Pos 4 Pohon Tunggal
Pos 3 sesuai dengan namanya “Camp Sunrise”,
artinya pos ini memang didesain untuk mendirikan tenda dan sekaligus bisa
untuk menikmati matahari terbit. Area cukup luas, bisa menampung sampai 70
tenda. Tempat sudah disiapkan, tanah sudah diratakan, sehingga tenda akan
nyaman berdiri dan enak buat istirahat. Pos ini berada di punggungan bukit. Sedangkan
di kanan dan kiri juga ada punggungan bukit. Tetapi punggungan bukit untuk pos
3 lebih rendah, sehingga kesannya diapit atau dilindungi. Dengan demikian, area
ini cukup terlindung dari terpaan angin dan badai. Bahkan seratus meter dari
pos 3 Mangli akan bertemu dengan “camp area” jalur Adipuro. Sehingga sekitaran
pos kalau musim pendakian pasti akan sangat ramai.
Tetapi beda dengan nasibku, saat ini suasana
lengang mencekam. Aku belum bertemu dengan pendaki lain. Suasana kabut makin
tebal, bahkan rintik-rintik gerimis lembut telah datang menemani. Aku putuskan
untuk istirahat di samping jalur pertemuan Butuh-Adipuro-Mangli, Kaliangkrik. Jadi,
sedikit informasi bahwa kecamatan Kaliangkrik, Magelang memiliki 3 jalur
pendakian menuju gunung Sumbing. Semuanya bermuara di atas pos 3.
Aku putuskan, bila hujan turun, aku pun akan
turun. Sambil menunggu hujan turun, aku sekalian beristirahat dengan menikmati
bekal ala kadarnya.
10 menit berlalu hujan tak kunjung turun, aku
putuskan melangkah lanjut, dengan satu prinsip, bila hujan tiba aku pun akan
segera putar balik, turun tidak melanjutkan perjalanan menuju puncak. Aku melangkah
santai karena cuaca sangat labil, dalam sekejab ada perubahan suasana, dari
kabut tebal seolah langit akan runtuh, mendadak pergi dan berganti dengan biru
langit yang beradu apik dengan hijaunya savanna Sumbing. Deretan bebatuan
putih-hitam berjajar rapi di tengah celah rerumputan. Keren dan asik. Medan variatif,
ada tanjakan ganas, ada pula landai datar. Saat menyeberangi sungai, barulah
aku bertemu dengan pendaki lain, mereka sudah dari puncak. 3 orang, 1 orang
soloist lewat Butuh. Yang 2 orang sepasang muda-mudi via Mangli. Mereka sedang
mengambil air. Aku sempatkan untuk sejenak bertegur sapa.
Selepas sungai akan berjumpa dengan pertigaan
dari arah Windusari, jalur peziarah, masih wilayah Magelang. Aku terus
melangkah ditemani langit biru dengan lindungan kabut, matahari tidak
menyengat, mata dimanja dengan pesona savanna yang maha luas. Aku terus
melangkah mengikuti alur setapak yang mulai menanjak tiada henti. Punggungan bukit
ini pasti akan mengarah pada pos 4. Benarlah yang kuduga, dari kejahuan
terlihat warn-warni tenda. Semangatku bangkit lagi, bergegas melaju dan tibalah
di pos 4 tepat pukul 11.00.
Ø Pos 4 Pohon Tunggal – Puncak Sejati
Sedikit gambaran pos 4 merupakan area medan
datar tepat berada di punggungan bukit. Kelebihannya adalah tempat nyaman untuk
menikmati keindahan pemandangan area bawah. Apa lagi pos 4 tepat menghadap ke arah
timur. Jelas ini akan menjadi tempat terindah dalam menikmati pesona matahari
terbit, pada malam hari juga tepat menghadap ke timur, artinya di bawah sana
ada kota Magelang, kerlip lampu-lampu akan menyuguh keindahan tak terkata. Sedangkan
area ini juga merupakan padang savanna. Hijau rerumputan beradu asik dengan
kerlap gemintang dan lampu kota menyuguh indah panorama fajar, sebelum
dibubarkan pesona matahari terbit. Indah berganti keindahan. Sisi negatifnya
adalah akalu ada angin, jelas akan dihajar habis-habisan.
Pada saat aku tiba di pos, ada 2 tenda besar
yang masih berdiri kokoh, mereka sedang menikmati makan siang. Mereka dari 2
rombongan yang berbeda, 1 dari Purbalingga sedang yang satunya dari Bekasi. Area
pos 4 masih asik dinikmati, tetapi diujung langit sebelah barat terlihat hitam
bergumuruh, artinya di sebelah barat sudah hujan dengan lebat. Keyakinanku itu
dipertegas dengan bunyi gluduk/guntur dan terlihat kilatan petir di antara
mendung-mendung itu.
Aku menunggu hujan turun, sambil ngobrol asik
dengan pendaki yang masih santai menikmati alam pos 4. Aku masih berprinsip, “Hujan
turun, aku juga turun”. 20 menit berlalu, tetapi hujan yang kutunggu tidak
kunjung tiba. Akhirnya, kuputuskan untuk meneruskan langkah. Aku pun pamitan
dan pelan-pelan mengikuti setapak menuju puncak. Kendati di atas tertutup
kabut, tetapi sesekali mata masih boleh menikmati keindahan savana dan
lekuk-kemolekan perbukitan Sumbing. Sehingga semangat terus untuk menyelesaikan
perjalanan.
Terus berharap, semoga sampai puncak sebelum
hujan. Ya, hal ini sudah kepalang tanggung, puncak sudah di depan mata, tinggal
beberapa langkah lagi. Ujung kaldera kawah dari arah pos 4 telah tercapai. Ada persimpangan,
bila turun akan ke lembah banjaran bertemu dengan jalur Banaran, Temanggung, selanjutnya
ke kawah dan berakhir di puncak Rajawali. Sedangakn kalau belok ke kiri arah
puncak sejati.
Segera aku pun berbelok ke kiri, tak berapa
lama tibalah aku di puncak “Watu Lawang”. Berhenti sejenak untuk menikmati
keindahan lembah kawah, karena cuaca kabut yang membuka agar aku bisa
melihatnya. Bergegas kulanjutkan langkah. Tinggal satu gundukan maka tibalah
aku di Puncak Sejati.
Ø Puncak Gunung Sumbing
Tepat 4 jam aku melangkah hingga kaki ini
boleh berdiri dengan bangga. Tidak ada orang lain. Aku hanya sendirian. Di puncak
suasana dikepung kabut. Terlihat sepintas lalu kalau di bawah sudah turun
hujan. Sengaja aku agak berlama-lama di puncak selain istirahat, juga sekaligus
berharap saat turun sampai bawah, hujan telah selesai. Menikmati suasana puncak
Sumbing dalam kesendirian, di temani kesunyian semakin mudah aku memasuki
gerbang batin diriku, mencoba menyelami dan menziarahi hati dan batin agar
semakin bisa mengembangkan diri jadi lebih dewasa.
Setelah melakukan serangkaian seremonial
sebagai ungkapan syukur, foto-foto dan menghabiskan bekal makanan. Pukul 12.50,
aku putuskan untuk memulai perjalanan turun. Di bawah masih terlihat mendung
menggulung disertai bunyi guntur, artinya di bawah masih hujan lebat. Pokoke turun, kalau ketemu hujan ya
pakai jas hujan. Turun harus lebih hati-hati karena pastinya jalur lebih licin.
Ø Saatnya
Turun
Berlari aku meninggalkan puncak, melompat,
meliuk diantara celah perdu, celah semak, celah tebing, sambil berimajinasi
menjadi seekor cetah yang sedang bercengkerama dengan semilir angin. Sambil melirik
dan mengintip semesta bawah yang gelap gulita dengan kelebatan kilat yang
menyambar, gledek makin keras terdengar. Membesarkan harapan, supaya tidak
kehujanan.
10 menit aku telah tiba di pos 4. Lalu disambut
hujan yang maha dahsyat, lebat diramu dengan kencangnya angin. Segera kukeluarkan
mantol, tipis harga di bawah 10 k. Tak berapa lama, kurasa ada pertanda yang
tidak baik, otot kakiku mulai terasa kaku. Wajar, karena habis kepanasan
dipakai aktifitas, mendadak disapu air hujan dengan tiupan angin yang maha
kencang. Sebelum kram menyerang, segera kuatur langkah. Kembali berderap di
tengah guyuran hujan. Setapak menjadi parit, semakin waspada dan ekstra hati-hati,
hingga akhirnya kata pepatah, “sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh
pula”. Aku terjerembab. Tidak ada masalah dengan ragaku, barang bawaanku aman. Kembali
berdiri dan melaju.
Sungai di bawah pos 4 selepas persimpangan
dengan Windusari menjadi banjir dan berarus deras. Belajar dari kejatuhan yang
1, aku lebih hati-hati dalam memilih titik pijakan dan dengan yakin saat
menapak. Tak berapa lama, rombongan yang nenda di pos 4 telah di depan mata,
segea aku mendahului mereka. Terus melangkah dan terus berharap, hujan cepatlah
reda.
Pos 3 sudah terlihat. Di sini aku berpapasan
dengan beberapa rombongan yang akan naik, baik dari jalur Butuh, Adipuro, dan
Mangli. Ada yang berhenti, ada pula yang mendirikan selter sementara. Aku tak
mengehentikan langkah, terus mantap melangkah. Hingga di pos 3 Mangli, satu
rombongan, datang tergopoh, menghentikan langkahku dan minta tolong untuk
dibantu mendirikan tenda dum, karena ada temannya yang kedinginan parah. Katanya
mulai kena hujan di bawah pos 2, tanpa jas hujan.
Segera kubantu mereka, tenda berdiri kokoh,
kupastikan yang kedinginan untuk segera mengganti dengan pakain kering, memakai
jaket, dan masuk dalam SB. Lalu aku berpesan pada temen-temennya untuk segera
membuat minuman hangat, lalu aku pun meneruskan langkah. Terus berjalan memilih
celah genangan dan aliran parit di tengah setapak. Di langit masih bergemuruh
dan air langit terus menemani langkah.
Pos 2 terlewati, pertigaan pun berlalu. Lalu aku
ketemu dengan rombongan dari Jogja. Sedikit bertegur sapa. Lanjut jalan, berjumpa
dengan rombongan lain. Bertegur sapa, sedikit berbagi cerita. Lanjut lagi. Pos 1
pun terlihat. Hanya ada 2 ojek yang menunggu pendaki turun. Aku putuskan untuk
terus melangkah. Menyusuri setapak di tengah perkebunan warga, masuk
perkampungan dan sampailah di BC tepat pukul 15.00. Istirahat sejenak, berharap
langit berhenti menangis bahagia. Tetapi harapan itu kelihatannya tidak akan
menjadi kenyataan. Pukul 15.30, aku putuskan untuk meneruskan perjalanan ke
Solo. Sepanjang Mangli-Solo, hujan terus menemani. Akhirnya tepat pukul 18.00,
tibalah aku di rumah dengan suguhan senyum bahagia dari isteriku tercinta.
Ø Akhirnya
Langit masih menagis
bahagia. Ia masih mencucurkan air mata bahagianya. Kebahagiaan semesta nyata
bersama petualanganku. 3 hari yang lalu usia telah digenapi menjadi 41 dan
dalam waktu 8 jam boleh menyusuri setapak Sumbing via Mangli. Perjalanan ini
adalah bagian dari caraku untuk menziarahi diri, merenunginya. Ada banyak
perjumpaan. Melalui peristiwa ini, aku semakin mengenal diriku dengan kurang
dan lebihku, serta menemukan tekad untuk segera memperbaikinya. Terimakasih untuk
semua orang yang mendukung peziarahan ini, terutama untuk istriku beserta
orang-orang yang mencintaiku. Terimakasih setapak Sumbing, biarkan bijakmu
menjadi pelita hidupku. Terimakasih Tuhan untuk segala yang Engkau beri. Bila masih
ada sehat dan celah waktu aku pasti akan kembali. Kembali berziarah untuk
menemukan makna agar semakin dewasa dalam merasa, berpikir, berkata, dan bertindak.
Ø
Tips
Mendaki gunung Sumbing Via Mangli
1. Persiapkan fisik, mental dan peralatan.
2. Datang ke dokter atau klinik, demi mendapatkan
“surat keterangan sehat”.
3. Registraksi dilayani pada pukul 07.30-22.00,
tetapi BC buka 24 jam.
4. Sebelum mendaki dan setelah mendaki harap
melaporkan diri ke BC tujuan untuk data dan demi keamanan.
5. Jalur Mangli relatif sepi namun jalur ini juga
terbilang lebih mudah.
6. Jalur mangli ini memiliki pemandangan yang keren.
7. Bagi yang suka nenda, nendalah di pos 3, aman
dan keren.
Ø
Estimasi
Waktu Pendakian Gunung Sumbing (dengan metode trail run/ tek-tok)
1. Basecamp - Pos 1 : 10 menit (ngojek), kalau jalan kaki antara 30-45
mnt
2. Pos 1 - pos 2 : 50 menit
3. Pos 2 - pos 3 : 1 jam
4. Pos 3 - pos 4 : 40 menit
5. Pos 4 - Puncak : 35 menit
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKeren mas, top...8 jam tektok Sumbing yg selalu ngangeni..mg bisa ke sana lagi, via Mangli memang paling nyaman menurutku. Salam
BalasHapusbetul2, paling bersahabat d kaki n di mata. amat keren lah
Hapus