Rabu, 05 Februari 2020

COUPLE-RIDER: JELAJAH WISATA KEBUMEN


COUPLE-RIDER:
Jelajah Wisata Kebumen
Oleh: Heri
Pantai Menganti

            Aku hanyalah manusia biasa. Manusia yang berdimensi manusiawi, punya keingian yang beragam. Ada yang realistis tetapi kebanyakan adalah menginginkan sesuatu yang di luar jangkauan. Supaya hidup ini tetap berpijak pada tanah, tempat aku berdiri, maka segala keinginan itu harus ditempatkan dalam porsiku. Hidup dengan pilihan sesuai dengan kemampuan akan lebih nyaman untuk dinikmati. Ada pepatah mengatakan, “Nikmatilah yang kamu miliki, maka hidupmu akan dipenuhi suka cita”.
Kali ini, aku akan berbagi pengalaman sederhana tentang petualangan. Ah, terlalu memaksa. Lebih tepatnya hanya jalan-jalan (= motoran). Sebut saja aku (Heri Jimanto) dan isteriku (Regina Nunuk) pada hari Jumat-Sabtu, 3-4 Januari 2020 melakukan perjalanan sederhana. Hanya menyusuri jalanan dari Solo-Yogjakarta-Wates-Purworejo-Kebumen. Niat hati hanya menikmati turing jarak menengah. Kami berdua, aku dan isteriku kerap mengais nutrisi semesta dengan cara berkendara. Beberapa anak motor menjuluki kami sebagai couple-rider. Bagi kami julukan ini terlalu keren, karena kami hanya beberapa kali menyusuri keindahan alam dengan berkendara. Tidak sering, hanya beberapa kali saja.

            Kali ini, kami melakukan perjalanan ke arah barat. Kami yang selama ini sering melakukan perjalanan ke arah timur. Kalaupun ke arah barat mentok di sekitaran Kulon Progo, kabupaten paling barat dari Yogjakarta. Kendati jarak tempuhnya tidak seberapa tetapi perjalanan ini bagi kami merupakan ekspedisi. Ya ekspedisi, karena baru pertama kami berkendara di area ini.
Perjalanan ini aku awali dengan membaca beberapa refrensi tentang jalanan dan terutama tempat-tempat yang bisa disinggahi selama peziarahan ini. Beberapa penggal informasi yang tidak utuh ini, menjadi modal petualangan yang mendebarkan, menantang, dan menyenangkan. Pagi-pagi sekitar pukul 06.00, kami memulai kisah ini.

Angkasa kelabu dengan mendung yang mendayu-dayu merangkak, seolah akan menciptakan prahara. Memang beberapa hari ini, cuaca sedang ektrims. Di beberapa tempat, hujan lebat disertai bencana tanah longsor dan banjir. Bukannya tidak peduli kepada mereka. Tidak sama sekali. Petualangan ini kupersembahkan untuk mereka yang menjadi korban bencana alam. Berhadapan dengan keajaiban dan misteri alam, maka hati akan selalu bersenandung memanjatkan doa tiada berkesudahan.
Pelan dan pasti, kami yang bertunggangkan kuda besi terus melaju menuju barat, selepas keluar dari Klaten, situasi jalanan makin ramai padat-merayap. Keju rasa tangan, lapar merayu untuk menyantap menu. Sesampainya Prambanan, kuhentikan peziarahan barang sebentar untuk mendulang energi. Saatnya sarapan.
Tenaga yg memulih seolah ambyar lagi ketika berhadapan dengan kemacetan Jogja. Maklum masih musim libur. Setelah terbebas dari kemacetan, kami melaju dengan nyaman kea rah barat. Wates terlewati. Udara pagi yang membius hati  mengajak untuk selalu mampu menikmati keluasaan semesta. Menjelang perbatasan wates-Purworejo, hujan turun dengan lebatnya. Wajar karena ini memang musim penghujan.
Berteduh. Menunggu. Tak kunjung reda. Pakai mantol. Lanjut.
Purworejo terlewati, meliuk mengikuti jalanan yang sungguh mempesona. Tak terasa Kutoarjo telah terlewati. Udara  panas menyengat, karena bagian barat tidak hujan. Lepas mantol. Lanjut. Hingga hati bergejolak gembira, saat mata menatap Tugu Walet. Artinya kami telah berada di tengah kota Kebumen. Lanjut terus arah barat.
 Lega rasa hati ketika melihat beberapa keterangan bertuliskan Gombong. Berarti perjalananku sudah akan mencapai titik petualangan. Sebagai penikmat perjalanan, kadang menetapkan tujuan itu perlu sehingga memiliki kompas petualangan. Memasuki kota kecil Gombong, hati berbinar saat menatap tulisan penunjuk arah ke Benteng Van Der Wicjk. Dari arah timur (Semarang/ Yogjakarta) mesti berbelok kanan, ke arah komplek pelatihan angkatan darat. Hanya sekitar 1 km dari jalan utama, kami telah tiba di lokasi. Sebagai penanda agar tidak kelewatan (kebablasen). Usai melewati Gereja, dan bertemu perempatan pertama, langsung belok kanan/arah timur. Dari perempatan ini, gerbang benteng sudah terlihat gagah. Kami pun langsung menuju tempat parkir. Biaya parkir Rp 3.000, sedangkan tiket masuk seharga Rp 25.000 (agak sedikit mahal karena tiket tersebut untuk masuk ke kawasan benteng dan juga kolam renang).

Benteng Van Der Wijck
Sedikit informasi, bahwa Benteng Van der Wijck beralamat di Jalan Sapta Marga No. 100, Sidayu, Gombong, Kebumen, Jawa Tengah.
Sebelum masuk ke benteng, aku sangat tertarik dengan sebuah papan pengumuman yang bertuliskan, “Sebelum masuk benteng sebaiknya Anda berdoa sejenak menurut kepercayaan masing-masing”. Aku berpikir positif, bahwa pengunjung diingatkan untuk selalu tahu diri, sebagai tamu dengan segala etika yang harus dimiliki.

Benteng ini dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1818. Benteng ini dimaksudkan sebagai tempat pertahanan di eks-Karesidenan Kedu Selatan. Benteng ini memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan benteng-benteng peninggalan Belanda yang lain. Benteng ini dibangun 2 lantai dengan bentuk segi delapan berwarna merah bata. Tinggi benteng mencapai 10 meter dan luasnya sekitar 7.170 meter persegi. Lantai 1 merupakan barak bagi peristirahatan tentara Belanda. Selain itu juga difungsikan sebagai tempat menyimpan bahan makanan dan persenjataan. Sedangkan lantai satu multi-fungsi, salah satunya sebagai penjara. Hal unik lainnya adalah atap benteng yang kokoh karena difungsikan sebagai pertahanan sekaligus pengintaian.

Pengunjung bisa mengekplorasi keseluruhan benteng. Ada dua fasilitas kereta kelinci untuk memudahkan pengunjung agar tidak terlalu capek. Pertama di lantai bawah (gratis, include tiket masuk), yang kedua berada di atap dengan membayar Rp 10.000. Saat ini, hampir seluruh ruangan-ruangan sudah tidak berfungsi seperti pada awal dibangun. Terlihat sepintas seperti akan dialihfungsikan sebagai museum karena isinya foto-foto benteng sebelum dan sesudah dipugar juga foto-foto pahlawan Nasional. Waktu kami tiba di lokasi benteng, bebarengan dengan jam istirahat. Maka, dengan sendirinya kami tidak bisa mengais informasi sebanyak-banyaknya.

Usai berimajinasi menjadi tentara Belanda yang siap, sigap mengamankan kawasan-wilayah kekuasaan. Kami memutuskan untuk meneruskan kisah. Kembali motor meliuk menghantar kami menyususri jalanan. Tetap ke arah barat. Setelah ke luar dari batas kota Gombong, tibalah di pertigaan yang bertuliskan arah wisata Goa Jatijajar. Kami pun berbelok arah kiri, menyusuri jalanan yang cukup bagus dengan papan penunjuk arah yang cukup lengkap, hingga kami pun tiba di lokasi goa.

Goa Jatijajar

Goa Jatijajar beralamat di Jl. Jatijajar, Palamarta, Jatijajar, Ayah, Kebumen, Jawa Tengah. Info lebih lanjut bisa menghubungi kontak (0287) 381988. Usai kami membayar tiket masuk sebesar Rp 12.500 (include parkir). Kami mencari makan siang. Karena memang sudah waktunya. Jam menunjuk angka 12.30. Menghela nafas untuk mengurai penat raga. Menatap semesta yang bergairah suka. Sayangnya, birunya langit bersembunyi, karena bergelayut mendung hitam. Sedangkan di kejahuan sisi utara terlihat kelambu langit, artinya hujan deras. Sedangkan di sekitaran goa cuaca panas menyengat. Kendati banyak pepohonan, tetapi terasa gerah. Banyak warung makan dan toko-toko souvenir di sekitaran area parkir dan pintu masuk. Usai istirahat sambil makan siang, saatnya bereksplorasi.
goa dempok
Sedikit informasi, Goa Jatijajar berderetan dengan Goa Dempok. Setelah membayar tiket, kemudian mengikuti lorong antrian dan langsung masuk ke Goa Dempok. Kemudian keluar mengikuti jalan makadam yang di sekitarnya banyak pedagang. Ikuti terus jalan itu yang sudah lengkap dengan papan penunjuk. Kemudian melewati ikon Goa Jatijajar, yaitu sungai berair bening yang melewati mulut Dinosaurus. Taman ini, juga menjadi penanda bahwa pintu Goa Jatitijajar sudah dekat. Setelah melewati anak tangga yang cukup banyak. Sampailah di pintu goa.
anak tangga terakhir sebelum masuk goa jatijajar
Goa Jatijajar merupakan situs geologi di Kebumen yang terbentuk dari proses alami. Goa ini terbentuk dari batuan kapur dengan panjang kurang lebih 200 meter. Menurut sejarah, goa ini pertama kali ditemukan oleh seorang petani. Goa Jatijajar juga sering disebut sebagai tempat berpetualang di perut bumi. Hal ini tak lepas dari jarak gua yang memiliki panjang 250 meter. Goa ini memiliki tinggi rata-rata 12 meter dengan lebar 15 meter. Jalur di dalam gua sudah di beton dan dilengkapi lampu-lampu penerangan. Sehingga tak perlu keterampilan dan peralatan khusus untuk menelusuri gua ini.

Menurut cerita, Goa Jatijajar diyakini sebagai tempat bersemedi Raden Kamandaka. Kisah tentang Raden Kamandaka ini di kemudian hari dikenal sebagai legenda Lutung Kasarung. Di dalam goa terdapat diorama yang menggambarkan legenda Lutung Kasarung. Selain diorama, di dalam gua terdapat hal lain yang tak kalah menarik. Hal tersebut adalah stalagtit dan stalagmit yang menghiasi sepanjang goa. Stalagtit dan stalagmit merupakan batuan alami yang terbentuk di dalam goa.

Di dalam gua ini juga terdapat sungai bawah tanah yang mengalir. Jumlah sendang ini ada 7 buah, dimana hanya 4 sendang yang bisa dijangkau. Keempat sendang ini adalah : Sendang Jombor, Puser Bumi, Mawar dan Kanthil. Ada 2 sendang yang menjadi favorit para pengunjung, yaitu Sendang Mawar dan Sendang Kanthil.
Sepanjang tahun air dari Sendang Mawar dan Sendang Kanthil tidak pernah kering. Aliran dari kedua sendang bertemu di satu titik dan keluar melalui mulut patung dinosaurus di depan goa. Sementara Sendang Jombor dan Puser Bumi dibiarkan alami dengan keadaan jalan yang licin.

Goa Petruk
Usai menjelajahi dan mengagumi keindahan Goa Jatijajar, mendadak mendung menggulung hitam disertai gledek dan Guntur yang menggebu. Ciut nyali seketika. Rencana akan segera bercengkerama dengan keindahan Goa Petruk harus bersabar untuk sementara. Berkat semesta itu nyata, hanya gerimis dan langit mebuka cerianya. Aku pun segera mengajak isteriku untuk meneruskan kisah. Perjalanan dari Goa Jatijajar ke Goa Petruk tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar 15 menit.

Usai parkir sepeda motor, kami pun membeli tiket seharga Rp 18.000 (termasuk biaya parkir). Bersama pemandu lokal yang sangat ramah, kami pun bergerak menuju pintu goa. Jarak dari loket ke pintu goa sekitar 300 m dengan melewati 350 anak tangga. Butuh stamina prima.

Wisata Goa Petruk merupakan salah satu tempat wisata yang berada di Desa Candirenggo, Kecamatan Ayah, Kebumen, Jawa Tengah. Wisata Goa Petruk merupakan tempat wisata yang sangat alami. Pihak pengelola sengaja membiarkan keadaan tetap seperti pada awal ditemukan. Tidak ada penerangan. Keadaan goa yang gelap, ada aliran air, ada juga kelelawar. Panjang goa sekitar 700 meter. Jadi pengunjung harus ditemani oleh pemandu lokal yang akan membawa penerangan berupa lampu petromaks. Wisata goa ini cukup ramai pada hari biasa maupun hari libur. Tempat ini sangat indah dan bisa memberikan sensasi yang berbeda. Tips untuk pemandu tidak ada tarif resmi (sesuai dengan kerelaan hati).
keluar goa

Pantai Ayah/ Logending
       Usai menikmati Goa Petruk, kami pun bergegas melanjutkan perjalanan. Meliuk kami menikmati keindahan alam di atas kuda besi. Kami disarankan untuk mencari penginapan di kecamatan Ayah, yaitu di Hotel Sinar MR. Peinginapan yang masih belum final. Masih dalam tahap pengembangan. Ada berbagai pilihan kamar. Kami memlih harga Rp 180.000 dengan fasilatas AC, TV, Kamar mandi dalam dan double bed.

           Setelah menaruh barang bawaan, kami pun menuju Pantai Logending. Dari hotel hanya sekitar 3 km. Keindahan sepanjang jalan  menjadi kenikmatan tersendiri. Tiba di lokasi pantai, kami agak sedikit kebingungan, karena loket sudah tutup. Akhirnya kami putuskan untuk masuk tanpa tiket. Suasana sore dengan semburat jingga mentari yang lelah menjadi magnet anak-anak muda untuk berlama-lama di pantai ini.

Rute Pantai Ayah sangatlah mudah. Wisatawan yang berasal dari arah Yogyakarta bisa menggunakan jalur pantai selatan. Dimana, jalur ini terdapat banyak sekali pantai-pantai menarik yang bisa dikunjungi. Bila pengunjung datang dari arah Kebumen, jaraknya kurang leih 53 km. Waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan. Jalan menuju ke pantai ini cukup menantang. Sedikit berkelok-kelok, naik-turun. Lebih baik berhati-hati dan waspada.

Gelap merayap menyelimuti keindahan pantai. Di sudut pantai terdapat satu rumah makan yang cukup ramai, warung sea food bu Nanang. Kami pun bergegas menuju ke sana. Pesan makanan. Dan hujan pun turun dengan lebatnya. Bersama nyanyian kucuran air hujan besereta bunyi-bunyian serangga, kami menikmati suasana pantai sembari mendulang energi. Kenyang perut,  kenyang hati.

Hujan sedikit mereda, kami pun bergegas menuju penginapan. Belum juga sampai hujan kembali mengguyur. Segera masuk kamar, mandi, cerita-cerita, dan istirahat. Berharap esok pagi bangun dengan tenaga yang lebih prima guna meneruskan petualangan.

Pantai Menganti
Pagi merekah dengan sejuta harapan. Mentari pagi menyelinap ke celah jendela membelai raga yang memulih setelah istirahat sepanjang malam. Bangun. Mandi. Packing. Lanjut.

Selepas penginapan, kembali kami melewati Pantai Ayah. Terus mengikuti kelokan jalanan yang naik turun dengan kanopi rimbun pepohonan yang sangat nyaman.  Udara hutan berpadu dengan  udara pantai sungguh memberi kenikmati petualangan yang maha asik. Sekitar 30 menit meninggalkan hotel, kami pun telah tiba. Sedikit informasi, untuk melibas jalanan antara Pantai Ayah-Menganti dibutuhkan keterampilan berkendara yang mumpuni. Karena banyaknya kelokan, tanjakan dan sempitnya medan.

Pantai ini terletak di daerah Karang Duwur, Kecamatan Ayah, Kebumen, Jawa Tengah. Di sepanjang jalan yang dilewati menuju Pantai Menganti, akan disuguhi pemandangan yang indah karena terdapat banyak perbukitan. Selain itu, hawa sejuk daerah ini akan memanjakan jiwa raga yang haus akan kenyamanan dan ketenangan. Usai membayar tiket Rp 12.000 per orang, kami pun melaju menuju lokasi pantai.

Pantai ini tergolong objek wisata yang masih baru karena resmi dibuka untuk umum sekitar tahun 2011. Letaknya berada di sepanjang pantai selatan yang memiliki ombak cukup ganas. Konsep wisata pantai ini sebenarnya cukup unik, karena memadukan beberapa konsep wisata pantai. Ada tebing, bukit, bumper, menara suar yang bisa dipanjat, pantai pasir putih dan aneka spot selfy, serta pusat jajanan kuliner khas laut. Untuk dapat menikmati keseluruhan sisi indah dari pantai ini, bisa seharian penuh. Kami berdua juga tidak mampu menikmati kesemuanya. Ada keterbatasan. Kami hanya menikmati beberapa sisi indah dari pantai ini, yang kemudian kami akhiri dengan makan sup ikan kerapu. Mantap.

jembatan merah

Pantai Watu Bale
Setelah lelah terbayar dan tenaga telah memulih, kami pun kembali melaju menikmati alam di atas motor. Kembali meliuk-liuk, menari mengikuti kontur jalanan yang masih sama, naik-turun, kelokan tajam dan menembus hutan dan lembah. Sekitar 5 km meninggalkan pantai Menganti, kami melihat papan penunjuk arah menuju lokasi wisata Pantai Watu Bale.

Kami yang baru pertama kali berkunjung ke Kebumen merasa asing dengan wisatanya, tertantang untuk berkunjung. Dari jalan utama hanya membutuhkan waktu tak lebih dari 10 menit. Tiket masuk Rp 12.000 perorang dengan tambahan parkir sebesar Rp 3.000. Konsep wisata pantai ini hampir sama dengan Menganti. Ada berbagai keindahan yang bisa dinikmati. Di samping tempat parkir, langsung gerbang pantai yang menyuguhkan hutan kelapa. Di bawah payung rimbun dedaunan kelapa, wisatawan bisa menikmati deburan dan keindahan ombak yang saling bekerjaran. Di sisi agak jauh dari pantai utama, ada banyak kapal yang sandar. Sedangkan di sisi kiri, di sebuah bukit tersedia aneka spot selfy yang hampir semua geratis, tidak dipungut biaya.

Aku pribadi merasa dibuat terpukau dengan tempat ini, dengan leluasa dapat menikmati bentangan laut yang membiru. Deburan ombaknya seolah menjadi musik penyambutan kedatanganku. Dari atas bukit, pantai terlihat hijau yang menjauh menjadi biru. Warna laut yang indah bergandengan dengan pepohonan dan perbukitan di kanan kirinya. Seolah perbukitan itu membentengi area pantai. Ditambah lagi tebing – tebing tinggi yang siap menghalau hantaman ombak. Pantai ini tidak berpasir putih,  pantai memiliki pasir kecokelatan yang hangat dan lembut, siap memanjakan di setiap pijakan. Pantai ini memiliki keunikan yang tidak semua pantai memilikinya. Yaitu adanya topografi pantai dengan tebing dan karang yang memukau. Ini menambah spot foto di lokasi semakin indah.


Bila cuaca sedang cerah, langit biru menghampar dengan indah. Seolah menaungi keindahan yang ada di bawahnya. Berpadu dengan birunya laut dan hijaunya perbukitan. Pantai Watu Bale memiliki kontur yang landai, dan diapit dengan perbukitan Panduruan. Dari kejauhan, pengunjung dapat melihat indahnya Samudera Hindia.


Pantai Karang Bolong
Rasa hati seolah tak mau pergi, tetapi petualangan harus diselesaikan. Kembali bergerak, meliuk-menari di atas motor mengikuti kontur jalanan. Arah peziarahan masih menyususri bentangan pantai selatan. Dengan mengikuti jalan penghubung warisan penjajah (Dendeles) ke arah timur. Hingga kami pun bertemu lokasi wisata berikutnya yaitu Pantai Karang Bolong. Pantai ini berlamat di Desa Karang Bolong, Kec Buayan, Kebumen, Jawa Tengah. Usai membayar tiket sebesar Rp 12.000, kami langsung menggeber kuda besi untuk selanjutnya bercengkerama dengan pesonanya.

Pantai ini memiliki keunikan tersendiri dengan adanya karang yang berlubang. Besarnya deburan ombak dan hamparan pasir putih keabu-abuan menyajikan pemandangan alam yang mempesona. Keindahan pantai berpadu harmoni dengan adanya bukit-bukit tinggi di sekelilingnya seolah membangun lukisan semesta. Deretan pohon kelapa dengan nyiurnya yang melambai juga menambah eksotisme pemandangan.

Di pantai ini juga dapat duduk-duduk santai menikmati suasana alam pantai sambil menyantap hidangan kuliner di warung-warung sekitar. Aktivitas lainnya yang dapat dilakukan di pantai ini adalah memancing ikan.


Pantai Suwuk
Siang hari udara kian menyengat, namun semangat tak boleh kendor. Petualangan masih harus diselesaikan. Meninggalkan Pantai Karang Bolong, mengikuti jalanan hingga ketemu batas dengan jalan Dendeles. Di pertigaan ini juga sekaligus merupakan pintu masuk ke wisata Pantai Suwuk. Sebenarnya pantai ini tepat berada di seberang Pantai Karang Bolong.  Kedua pantai hanya terpisahkan oleh sungai yang cukup lebar. Maka untuk jalan pun dibuat melingkar lumayan jauh.

Pantai ini berada di Desa Suwuk, Kecamatan Puring, Kebumen, Jawa Tengah. Kalau dari Kota Kebumen, jarak yang harus ditempuh sekitar 50 kilometer. Sedangkan dari Gombong hanya berjarak sejauh 25 kilometer saja. Daratan Pantai Suwuk ini sangatlah luas. Meskipun warna pasirnya tidak putih seperti pantai-pantai lain, namun tetap saja memukau. Sebagai perbandingan adalah Pantai Parang Tritis Yogyakarta. Sejauh mata memandang hanya bertemu dengan luasnya bibir pantai, membentang seolah tak bertepi.
warung2 yg langsung menghadap laut
Permukaan daratan pasir yang luas ini dapat dimanfaatkan untuk mencoba pengalaman baru berupa offroad atau ATV. Tarif penyewaannya juga masih masuk akal, yaitu sekitar 50 ribu rupiah per jamnya. Di sebelah barat, tepatnya di deretan Pantai Karang Bolong terdapat pemandangan perbukitan. Deretan bukit-bukit di Pantai Suwuk ini berupa kapur tapi subur dan berwarna hijau yang mampu menyejukkan mata.

Di pantai ini juga sekaligus menjadi pusat kuliner sea food. Ada banyak sekali warung-warung yang menjajakan aneka masakan khas laut. Sangat menggoda dan menggiurkan. Ada aneka oleh-oleh khas laut,  seperti aneka gorengan dari hasil lautan. Misalkan udang goreng, cumi goreng, kepiting goreng, dll yang hampir kesemuanya digoreng krispi. Selain pusat kuliner di pantai ini juga tergarap dengan baik sebagai taman dengan hutan kelapanya. Sangat sejuk dan mendamaikan.

Mendung mendadak menggulung menyelimuti matahari yang sedang garang-garangnya. Kami memutuskan untuk menyudahi eksplorasi. Sekitar pukul 13.30 kami melaju ke arah timur, menyususri jalan Dendeles, seolah-olah melaju di atas jalan tol. Sungguh lengang, sepi dan halusnya jalan menjadikan bermotor seolah terbang di atas awan. Kami terus melaju arah timur, meninggalkan Purworejo, memasuki Wates dan meninggalkan Yogyakarta. Hingga akhirnya, kembali dengan selamat sampai di rumah, Solo tercinta.

Menutup Kisah
       Segala yang bermateri tidak ada yang abadi. Raga ini hanya sementara, tetapi kisah dan pengalaman akan abadi bersama cerita. Sekelumit kisah hidup ini, hanyalah sebuah cara agar hidup kami tidak using tanpa cerita. Tidak mewah juga tidak luar biasa. Tetapi buat kami, perjalanan ini sungguh luar biasa. Semoga petualangan demi petualangan semakin mengabadikan kisah cinta ini. Biarkan alam Kebumen mengikat hati kami makin erat, menyatu sebagai kekasih. Terimakasih untuk setiap orang yang kami jumpai, terimakasih untuk semesta yang tiada henti selalu memberi dan terimakasih untuk Tuhan atas segala berkat dan perlindunganNya.