Selasa, 01 Desember 2020

CATATAN PERJALANAN (SOLO-HIKING): GUNUNG SUMBING VIA MANGLI, KALIANGKRIK

 

CATATAN PERJALANAN (SOLO-HIKING): GUNUNG SUMBING VIA MANGLI

Oleh: Heri Jimanto



Salam jumpa sobat petualang. Kembali bertemu dalam sebuah cerita. Kali ini saya akan berbagi pengalaman sendirian mendaki Gunung Sumbing. Istilah kerennya adalah solo-ist dengan metode trail run atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan “Tek-Tok”.

Sedikit informasi bahwa Gunung Sumbing sebenarnya masuk wilayah tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang, Wonosobo, dan Temanggung, Jawa Tengah. Maka, tidak mengherankan bila gunung  ini memiliki banyak jalur. Tiap kabupaten memiliki jalur pendakian. Tentu saja, ada yang sudah resmi, tetapi ada pula yang masih ikut jalur penduduk saat ziarah. Oleh karena itu  gunung ini tidak pernah sepi dari kunjungan para pendaki atau peziarah. Kali ini aku akan berbagi pengalaman tentang pendakian Gunung Sumbing via Mangli, Kaliangkrik, Magelang.

 

Transportasi Menuju Basecamp Mangli

            Aku berasal dari Solo. Dengan mengendarai sepeda motor kumeliuk-liuk mengikuti alur jalanan Solo-Boyolali-Selo-Blabak-Magelang-Kaliangkrik. Sabtu, 28 November 2020, tepat pukul 04.00 aku memulai perjalanan dan petualangan ini. Karena aku pernah nanjak lewat Butuh-Kaliangkrik, maka dengan percaya diri aku langsung tembak ke Kaliangkrik. Sesampainya di pasar Kaliangkrik ternyata beda jalur, yang kutanya ternyata kurang paham jalur-jalur desa. Maka aku pun disarankan untuk putar balik lagi. Hingga akhirnya, sampai juga di BC sekitar pukul 06.15. Sebenernya, lokasi BC lebih mudah dicari dengan mengikuti GPS arah wisata “Highland Silancur”. BC tepat berada di atasnya. Sepanjang jalur antara Silancur-Mangli banyak sport-sport top selfy.



            BC lumayan ramai, karena pagi ini akan ada sosialisasi cara mencegah penularan covid-19. Sebenernya, BC itu ada di balai desa dan dikelola oleh karang-taruna, maka tidak mengherankan bila BC rame orang, selama 24 jam akan ada yang jaga (stand by). Apa lagi area sekitaran BC miskin sinyal sedangkan BC memiliki fasilitas wi-fi, otomatis banyak anak muda yang ikut nongkrong asik di situ.

            Bila berminat kesana bisa menghubungi mas Aryo (wa 081336352447), atau menghubungai IG @sumbingviamangli

 


Simaksi Pendakian

            Aku tiba di BC lalu disambut dengan ramah oleh pengelola. Diarahkan untuk parkir motor secara rapi. Kemudian disarankan untuk istirahat dulu, karena loket baru buka pada pukul 07.30. Masih 1 jam lebih. Akhirnya aku isi dengan ngobrol-ngobrol seputaran jalur pendakian dan pengelolaan BC. Hingga akhirnya aku diajak untuk menikmati suasana desa dari atas atap BC. Keren. Pagi-pagi ditemani sepoi angin pegunungan dengan melihat matahari yang baru nongol sambil melihat views kota Magelang yang berlatar pegunungan dan gunung-gunung lainnya. Mantap wis pokoke.

            Kusempatkan juga ke warung di sebelah BC, kalau tidak salah warung Pak Suratno atau warung mbak Tutik. Sambil ngopi asik, aku banyak berbagi dengan pemilik warung. Dan tak terasa waktu telah menunjuk angka waktu 07.50, aku pun pamitan. Segera mendaftar dengan mengisi buku tamu, form pendakian dan perbekalan yang dibawa. Lalu menyerahkan ke pengelola dengan disertai KTP asli dan surat sehat. Juga membayar Rp 15.000 untuk perhutani, Rp 10.000 untuk jalur pendakian dan Rp 10.000 untuk parkir 1 sepeda motor. Jadi total ongkos yang kukeluarkan sebesar Rp 35.000.

           




Ceritaku tentang Pendakian Gunung Sumbing Via Mangli (dalam bentuk dokumen vidio)

 


Ceritaku tentang Pendakian Gunung Sumbing Via Mangli (dalam bentuk tulisan)

            Setelah menitipkan jaket dan celana aku pun mendapatkan peta dan sedikit uraian jalur dengan segala medannya. Kudapati gambaran singkat mengenai total jarak yang harus kulewati, sekitar 7,1 km. Tetapi dapat dipangkas 1,3 km bila mau menggunakan jasa ojek. Berhubung perjalananku lumayan jauh, akhirnya aku putuskan untuk naik ojek sampai pos 1.

Ø  Basecamp - Pos 1

Dengan naik ojek, jarak tempuh 1,3 km hanya membutuhkan waktu 10 menit. Bila jalan kaki tentu akan membutuhkan waktu lebih. Dari BC menuju Pos satu jalur berupa jalan setapak seperti yang digunakan warga berupa batu - batu yang disusun dengan melewati ladang milik warga. Di ujung ladang tersebut akan menemukan Pos satu yang sekaligus merupakan batas antara ladang warga dan hutan. Sedangkan bila jalan kaki (kutapaki saat turun) akan menerobos setapak ladang dan tentunya tidak sampai 1,3 km. Papan penunjuk jalur cukup jelas, karena di tiap persimpangan atau percabangan papan penunjuk arah telah terpampang. Views sepanjang jalur antara BC-Pos 1 adalah keindahan ladang-perkebuan. Jalur ojek akan melewati tempat wisata “Sky Views” (semacam top selfy). Sedikit informasi bahwa ojek jalur ini juga ikut dikelola BC. Tariff naik Rp 25.000, sedangkan tariff turun sebesar Rp 20.000.

 

Ø  Pos 1 Kongsen - 2 Siruwet

Pos 1 merupakan perbatasan antara perkebunan-hutan. Tanah lapang yang cukup datar, bisa untuk berkemah. Area cukup luas bisa menampung setidaknya 15 tenda. Ada pula selter yang bisa dipakai untuk berteduh. Dari pos ini views nya sudah sangat oke. Mantap. Selepas Pos 1 wilayah hutan didominasi pohon cemara. Setapak terlihat jelas dengan papan-papan penunjuk  arah yang cukup memadahi untuk memandu pendaki agar tidak tersesat.



Diawali dengan treck landai sekitar 100 m lalu akan belok ke kiri menyilang untuk mengikuti alur punggungan bukit di sebelah kiri. Setelah sampai di punggungan bukit setapak mulai menanjak. Jalur pos1-2 lumayan unik, setapak seolah mengikuti alur tangga yang super panjang. Tangga alami karena terbentuk dari akar-akar pohon cemara. Tetapi kalau tidak hati-hati, kaki bisa terjebak di atara celah akar-akar.

Sekitar 30 menit dari Pos 1 perjalanan tek-tok ku telah tiba di pos bayangan. Area yang sedikit terbuka, tidak tertutup rapat oleh kanopi pepohonan. Suasana kabut tebal masih menyelimuti hutan sehingga menjadikanku enggan berlama-lama beristirahat. Gias lagi.



Selepas pos bayangan, setapak masih sama saja, nanjak sadis tiada ampun. Sampai pada akhirnya di pertigaan (tanpa keterangan).  Dari pertigaan ini, setapak terbuka lebar dan lebih luas serta datar. Sekitar 50 meter dari pertigaan ini tibalah di Pos 2.

 

Ø  Pos 2 Siruwet - Pos 3 Camp Sunrise

Pos 2 ini berupa tanah datar di pinggis sungai. Tanah datar yang mampu menampung sekitar 5 tenda. Sungai cukup jernih, sehingga layak dikonsumsi. Aku tiba di pos ini pada pukul 08.50. artinya dari perjalanan tek-tok dari pos 1-2 cukup 50 menit.



Aku tidak istirahat di pos ini, langsung melipir mengikuti alur setapak. Selepas area pos 2, setapak akan berbelok ke arah kanan dengan diawali menyeberangi jembatan sungai samping pos 2. Selepas jembatan, setapak menanjak dahsyat. Tetapi tenang saja karena setapak yang nanjak telah ditata, sehingga terkesan akan mendaki di anak tangga yang seolah tak berujung.

Anak tangga berakhir artinya medan akan sedikit melandai. Setapak terasa melingkari punggungan bukit. Hutan agak sedikit terbuka tetapi tanjakan makin mantap. Sampai di pertengahan antara pos 2-3, aku berpapasan dengan penduduk setempat yang membawa kayu bakar. Dari pos 1, aku baru berjumpa dengan 2 orang yang semuanya adalah penduduk setempat yang mencari kayu.

Aku terus melangkah stabil, sampai pada medan yang agak landai. Ada persimpangan. Terlihat agak membingungkan karena ternyata, jalur baru saja ada perubahan. Ikuti saja penunjuk arah yang menghantar untuk menyeberangi sungai. Setelah 30 meter dari sungai tibalah di papan penunjuk yang bertuliskan “Tanjakan Debus”. Artinya pos 3 tinggal 300 meter lagi. Tidak menunda waktu, aku pun terus melangkah. Hingga akhirnya, aku tiba di Pos 3 Camp Sunrise tepat pukul 10.00. 2 jam cukup untuk menebus waktu perjalanan pos 1-3.

 

Ø  Pos 3 Camp Sunrise - Pos 4 Pohon Tunggal

Pos 3 sesuai dengan namanya “Camp Sunrise”, artinya pos ini memang didesain untuk mendirikan tenda dan sekaligus bisa untuk menikmati matahari terbit. Area cukup luas, bisa menampung sampai 70 tenda. Tempat sudah disiapkan, tanah sudah diratakan, sehingga tenda akan nyaman berdiri dan enak buat istirahat. Pos ini berada di punggungan bukit. Sedangkan di kanan dan kiri juga ada punggungan bukit. Tetapi punggungan bukit untuk pos 3 lebih rendah, sehingga kesannya diapit atau dilindungi. Dengan demikian, area ini cukup terlindung dari terpaan angin dan badai. Bahkan seratus meter dari pos 3 Mangli akan bertemu dengan “camp area” jalur Adipuro. Sehingga sekitaran pos kalau musim pendakian pasti akan sangat ramai.

Tetapi beda dengan nasibku, saat ini suasana lengang mencekam. Aku belum bertemu dengan pendaki lain. Suasana kabut makin tebal, bahkan rintik-rintik gerimis lembut telah datang menemani. Aku putuskan untuk istirahat di samping jalur pertemuan Butuh-Adipuro-Mangli, Kaliangkrik. Jadi, sedikit informasi bahwa kecamatan Kaliangkrik, Magelang memiliki 3 jalur pendakian menuju gunung Sumbing. Semuanya bermuara di atas pos 3.

Aku putuskan, bila hujan turun, aku pun akan turun. Sambil menunggu hujan turun, aku sekalian beristirahat dengan menikmati bekal ala kadarnya.



10 menit berlalu hujan tak kunjung turun, aku putuskan melangkah lanjut, dengan satu prinsip, bila hujan tiba aku pun akan segera putar balik, turun tidak melanjutkan perjalanan menuju puncak. Aku melangkah santai karena cuaca sangat labil, dalam sekejab ada perubahan suasana, dari kabut tebal seolah langit akan runtuh, mendadak pergi dan berganti dengan biru langit yang beradu apik dengan hijaunya savanna Sumbing. Deretan bebatuan putih-hitam berjajar rapi di tengah celah rerumputan. Keren dan asik. Medan variatif, ada tanjakan ganas, ada pula landai datar. Saat menyeberangi sungai, barulah aku bertemu dengan pendaki lain, mereka sudah dari puncak. 3 orang, 1 orang soloist lewat Butuh. Yang 2 orang sepasang muda-mudi via Mangli. Mereka sedang mengambil air. Aku sempatkan untuk sejenak bertegur sapa.



Selepas sungai akan berjumpa dengan pertigaan dari arah Windusari, jalur peziarah, masih wilayah Magelang. Aku terus melangkah ditemani langit biru dengan lindungan kabut, matahari tidak menyengat, mata dimanja dengan pesona savanna yang maha luas. Aku terus melangkah mengikuti alur setapak yang mulai menanjak tiada henti. Punggungan bukit ini pasti akan mengarah pada pos 4. Benarlah yang kuduga, dari kejahuan terlihat warn-warni tenda. Semangatku bangkit lagi, bergegas melaju dan tibalah di pos 4 tepat pukul 11.00.

 

Ø  Pos 4 Pohon Tunggal – Puncak Sejati

Sedikit gambaran pos 4 merupakan area medan datar tepat berada di punggungan bukit. Kelebihannya adalah tempat nyaman untuk menikmati keindahan pemandangan area bawah. Apa lagi pos 4 tepat menghadap ke arah timur. Jelas ini akan menjadi tempat terindah dalam menikmati pesona matahari terbit, pada malam hari juga tepat menghadap ke timur, artinya di bawah sana ada kota Magelang, kerlip lampu-lampu akan menyuguh keindahan tak terkata. Sedangkan area ini juga merupakan padang savanna. Hijau rerumputan beradu asik dengan kerlap gemintang dan lampu kota menyuguh indah panorama fajar, sebelum dibubarkan pesona matahari terbit. Indah berganti keindahan. Sisi negatifnya adalah akalu ada angin, jelas akan dihajar habis-habisan.



Pada saat aku tiba di pos, ada 2 tenda besar yang masih berdiri kokoh, mereka sedang menikmati makan siang. Mereka dari 2 rombongan yang berbeda, 1 dari Purbalingga sedang yang satunya dari Bekasi. Area pos 4 masih asik dinikmati, tetapi diujung langit sebelah barat terlihat hitam bergumuruh, artinya di sebelah barat sudah hujan dengan lebat. Keyakinanku itu dipertegas dengan bunyi gluduk/guntur dan terlihat kilatan petir di antara mendung-mendung itu.

Aku menunggu hujan turun, sambil ngobrol asik dengan pendaki yang masih santai menikmati alam pos 4. Aku masih berprinsip, “Hujan turun, aku juga turun”. 20 menit berlalu, tetapi hujan yang kutunggu tidak kunjung tiba. Akhirnya, kuputuskan untuk meneruskan langkah. Aku pun pamitan dan pelan-pelan mengikuti setapak menuju puncak. Kendati di atas tertutup kabut, tetapi sesekali mata masih boleh menikmati keindahan savana dan lekuk-kemolekan perbukitan Sumbing. Sehingga semangat terus untuk menyelesaikan perjalanan.



Terus berharap, semoga sampai puncak sebelum hujan. Ya, hal ini sudah kepalang tanggung, puncak sudah di depan mata, tinggal beberapa langkah lagi. Ujung kaldera kawah dari arah pos 4 telah tercapai. Ada persimpangan, bila turun akan ke lembah banjaran bertemu dengan jalur Banaran, Temanggung, selanjutnya ke kawah dan berakhir di puncak Rajawali. Sedangakn kalau belok ke kiri arah puncak sejati.

Segera aku pun berbelok ke kiri, tak berapa lama tibalah aku di puncak “Watu Lawang”. Berhenti sejenak untuk menikmati keindahan lembah kawah, karena cuaca kabut yang membuka agar aku bisa melihatnya. Bergegas kulanjutkan langkah. Tinggal satu gundukan maka tibalah aku di Puncak Sejati.


Syukur pada Tuhan tepat pukul 12.00, aku berada di puncak Sumbing via Mangli, Kaliangkrik.

 

Ø  Puncak Gunung Sumbing

Tepat 4 jam aku melangkah hingga kaki ini boleh berdiri dengan bangga. Tidak ada orang lain. Aku hanya sendirian. Di puncak suasana dikepung kabut. Terlihat sepintas lalu kalau di bawah sudah turun hujan. Sengaja aku agak berlama-lama di puncak selain istirahat, juga sekaligus berharap saat turun sampai bawah, hujan telah selesai. Menikmati suasana puncak Sumbing dalam kesendirian, di temani kesunyian semakin mudah aku memasuki gerbang batin diriku, mencoba menyelami dan menziarahi hati dan batin agar semakin bisa mengembangkan diri jadi lebih dewasa.



Setelah melakukan serangkaian seremonial sebagai ungkapan syukur, foto-foto dan menghabiskan bekal makanan. Pukul 12.50, aku putuskan untuk memulai perjalanan turun. Di bawah masih terlihat mendung menggulung disertai bunyi guntur, artinya di bawah masih hujan lebat. Pokoke turun, kalau ketemu hujan ya pakai jas hujan. Turun harus lebih hati-hati karena pastinya jalur lebih licin.

 

Ø  Saatnya Turun

Berlari aku meninggalkan puncak, melompat, meliuk diantara celah perdu, celah semak, celah tebing, sambil berimajinasi menjadi seekor cetah yang sedang bercengkerama dengan semilir angin. Sambil melirik dan mengintip semesta bawah yang gelap gulita dengan kelebatan kilat yang menyambar, gledek makin keras terdengar. Membesarkan harapan, supaya tidak kehujanan.



10 menit aku telah tiba di pos 4. Lalu disambut hujan yang maha dahsyat, lebat diramu dengan kencangnya angin. Segera kukeluarkan mantol, tipis harga di bawah 10 k. Tak berapa lama, kurasa ada pertanda yang tidak baik, otot kakiku mulai terasa kaku. Wajar, karena habis kepanasan dipakai aktifitas, mendadak disapu air hujan dengan tiupan angin yang maha kencang. Sebelum kram menyerang, segera kuatur langkah. Kembali berderap di tengah guyuran hujan. Setapak menjadi parit, semakin waspada dan ekstra hati-hati, hingga akhirnya kata pepatah, “sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh pula”. Aku terjerembab. Tidak ada masalah dengan ragaku, barang bawaanku aman. Kembali berdiri dan melaju.

Sungai di bawah pos 4 selepas persimpangan dengan Windusari menjadi banjir dan berarus deras. Belajar dari kejatuhan yang 1, aku lebih hati-hati dalam memilih titik pijakan dan dengan yakin saat menapak. Tak berapa lama, rombongan yang nenda di pos 4 telah di depan mata, segea aku mendahului mereka. Terus melangkah dan terus berharap, hujan cepatlah reda.

Pos 3 sudah terlihat. Di sini aku berpapasan dengan beberapa rombongan yang akan naik, baik dari jalur Butuh, Adipuro, dan Mangli. Ada yang berhenti, ada pula yang mendirikan selter sementara. Aku tak mengehentikan langkah, terus mantap melangkah. Hingga di pos 3 Mangli, satu rombongan, datang tergopoh, menghentikan langkahku dan minta tolong untuk dibantu mendirikan tenda dum, karena ada temannya yang kedinginan parah. Katanya mulai kena hujan di bawah pos 2, tanpa jas hujan.

Segera kubantu mereka, tenda berdiri kokoh, kupastikan yang kedinginan untuk segera mengganti dengan pakain kering, memakai jaket, dan masuk dalam SB. Lalu aku berpesan pada temen-temennya untuk segera membuat minuman hangat, lalu aku pun meneruskan langkah. Terus berjalan memilih celah genangan dan aliran parit di tengah setapak. Di langit masih bergemuruh dan air langit terus menemani langkah.

Pos 2 terlewati, pertigaan pun berlalu. Lalu aku ketemu dengan rombongan dari Jogja. Sedikit bertegur sapa. Lanjut jalan, berjumpa dengan rombongan lain. Bertegur sapa, sedikit berbagi cerita. Lanjut lagi. Pos 1 pun terlihat. Hanya ada 2 ojek yang menunggu pendaki turun. Aku putuskan untuk terus melangkah. Menyusuri setapak di tengah perkebunan warga, masuk perkampungan dan sampailah di BC tepat pukul 15.00. Istirahat sejenak, berharap langit berhenti menangis bahagia. Tetapi harapan itu kelihatannya tidak akan menjadi kenyataan. Pukul 15.30, aku putuskan untuk meneruskan perjalanan ke Solo. Sepanjang Mangli-Solo, hujan terus menemani. Akhirnya tepat pukul 18.00, tibalah aku di rumah dengan suguhan senyum bahagia dari isteriku tercinta.

 

Ø  Akhirnya

Langit masih menagis bahagia. Ia masih mencucurkan air mata bahagianya. Kebahagiaan semesta nyata bersama petualanganku. 3 hari yang lalu usia telah digenapi menjadi 41 dan dalam waktu 8 jam boleh menyusuri setapak Sumbing via Mangli. Perjalanan ini adalah bagian dari caraku untuk menziarahi diri, merenunginya. Ada banyak perjumpaan. Melalui peristiwa ini, aku semakin mengenal diriku dengan kurang dan lebihku, serta menemukan tekad untuk segera memperbaikinya. Terimakasih untuk semua orang yang mendukung peziarahan ini, terutama untuk istriku beserta orang-orang yang mencintaiku. Terimakasih setapak Sumbing, biarkan bijakmu menjadi pelita hidupku. Terimakasih Tuhan untuk segala yang Engkau beri. Bila masih ada sehat dan celah waktu aku pasti akan kembali. Kembali berziarah untuk menemukan makna agar semakin dewasa dalam merasa, berpikir, berkata, dan bertindak.

 

Ø  Tips Mendaki gunung Sumbing Via Mangli

1.      Persiapkan fisik, mental dan peralatan.

2.      Datang ke dokter atau klinik, demi mendapatkan “surat keterangan sehat”.

3.      Registraksi dilayani pada pukul 07.30-22.00, tetapi BC buka 24 jam.

4.      Sebelum mendaki dan setelah mendaki harap melaporkan diri ke BC tujuan untuk data dan demi keamanan.

5.      Jalur Mangli relatif sepi namun jalur ini juga terbilang lebih mudah.

6.      Jalur mangli ini memiliki pemandangan yang keren.

7.      Bagi yang suka nenda, nendalah di pos 3, aman dan keren.

 

Ø  Estimasi Waktu Pendakian Gunung Sumbing (dengan metode trail run/ tek-tok)

1.      Basecamp - Pos 1 : 10 menit (ngojek), kalau jalan kaki antara 30-45 mnt

2.      Pos 1 - pos 2 : 50 menit

3.      Pos 2 - pos 3 : 1 jam

4.      Pos 3 - pos 4 : 40 menit

5.      Pos 4 - Puncak : 35 menit 

 

 

Rabu, 09 September 2020

CATATAN PERJALANAN: SOLOHIKING LAWU VIA TAMBAK

 

SOLOHIKING: LAWU VIA TAMBAK

Oleh: Heri Jimanto

 

views dr sun set camp area

Salam Rimba, Salam Petualang, Salam Lestari, Salam Persahabatan.

Selamat berjumpa dalam sebuah kisah. Ya hanya sekedar kisah sederhana, yaitu catatan perjalanan tentang tik-tok (Solo- trail run) ke gunung Lawu via Tambak.

  Gunung Lawu via Tambak

Gunung Lawu via Tambak berada di dukuh Tambak, desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.  Base camp berada di rumah Pak Ponco. Jalur ini dikelola oleh karang taruna setempat yang bernaung di bawah nama “Gentapala = Generasi Tambak Pencinta Alam”.  Penduduk yang mayoritas adalah petani, jelas memiliki keramahan khas petani desa. Dengan sendirinya, keramahan pengelola adalah sambutan. Jalur ini dulunya adalah jalur trabas (untuk motor trail). Berhubung banyak pihak yang kurang berkenan dengan adanya kegiatan trabas di gunung Lawu, maka jalur ini tidak lagi diperuntukan buat minat khusus, yaitu trabas gunung dengan trail. Jalur pun menjadi sepi. Padahal adanya pengunjung ke dukuh Tambak dapat menunjang geliat perekonomian. Menyadari keadaan ini, pihak karangtaruna berinisiatif untuk mengajukan alih fungsi jalur. Amat disayangkan bila jalur yang sudah jadi, harus terkubur dalam kenangan. Pihak karang taruna mengajukan untuk pindah ijin kelola, yaitu perubahan dari jalur motor trail menjadi jalur pendakian. Akhirnya, pihak pemerintah Kabupaten Karanganyar membuka jalur ini secara resmi pada tanggal 15 Agustus 2020.

 Transportasi menuju Basecamp Gunung Lawu via Tambak

Alamat base camp Lawu via Tambak sudah bisa diakses lewat google maps. Maka, bagi yang menggunakan kendaraan pribadi akan dengan mudah bisa mencapainya. Sedangkan bagi yang menggunakan angkutan umum, ada angkutan pedesaan jurusan Karangpandan-Tambak. Untuk mencapai Karangpandan bisa menggunakan Bus jurusan Solo-Tawangmangu, turun Karangpandan. Saya menggunakan sepeda motor, dari Karangpandan langsung mengikuti papan penujuk arah menuju lokasi Candi Sukuh, Ngargoyoso. Sesampainya di candi Sukuh, terus menuju selatan sekitar 1 km. Setelah melewati turunan dan tanjakan, maka akan bertemu perempatan menuju situs purbakala Planggatan, dari sini sudah ada banner menuju base camp. Tetapi kalau masih bingung silahkan menghubungi nomor pengelola. Base camp Lawu via Tambak dengan WA 0813-9302-3422  atau bisa DM dan mengikuti IG @gentapala_official bisa juga melacak lewat FB (Lawu via tambak).

 



Simaksi pendakian Gunung Lawu via Singolangu

·         Tiket pendakian = Rp. 20.000/orang 

·         Parkir sepeda motor = Rp. 10.000/orang 

 



Ringkasan waktu Perjalanan

            Mohon maaf, informasi tentang perkiraan waktu tempuh yang aku tuliskan ini berdasarkan pengalaman pribadi. Berbeda dengan yang disampaikan oleh pengelola. Sekali lagi mohon maaf, karena bagiku waktu tempuh pendakian itu seutuhnya tergantung pada tenaga, stamina, perbekalan, metode, dan pengalaman pendaki itu sendiri. Kali ini, aku mendaki dengan metode trail run (namun, saat ini masih lebih popular disebut tik-tok).

1.      Base camp – Pos 1 (Kilban) = 45 menit (jarak tempuh  1,9 km)

2.      Pos 1 (Kilban) – Pos 2 (Aruh) = 50 menit (jarak tempuh  1,1 km)

3.      Pos 2 (Aruh) – Pos 3 (Cemoro Dowo) = 30 menit (jarak tempuh 1,4 km)

4.      Pos 3 (Cemoro Dowo) – Pos 4 (Tlogo Batok) = 40 menit (jarak tempuh 0,8 km)

5.      Pos 4 (Tlogo Batok) – Pos 5 (Suket Kuning) = 30 menit (jarak tempuh 1, 1 km)

6.      Pos 5 (Suket Kuning) – Sun Rise Camp – Selo Penangkep = 60 menit (jarak tempuh 1, 3 km)

7.      Selo Penangkep – Puncak = 20 menit (jarak tempuh 1, 2 km)

8.      Total waktu dari beskem – puncak 4 jam 25 menit. Aku berangkat sekitar pukul 06.00 dan sampai puncak sekitar pukul 12.00. Artinya, total perjalanan sekitar 6 jam dari beskem-puncak sudah dengan istirahatnya. Waktu 6 jam ini untuk menebus jarak 8,8 km. Sedikit informasi bahwa jarak ini (map dari pengelola) berbeda dengan data digital. Aku pernah menemukan data dari internet tracklog jalur ini berjarak sekitar 13 km. tracklog

Perbedaannya lebih dari 4 km. Kalau menurut kakiku, aku merasa juga lebih dari sekedar 8,8 km, hehe

9.      NB: Sumber air tidak ada. Sumber air yang bisa diharapkan ada di Sendang Drajat (kering pada musim kemarau panjang).


Sekelumit Kisah Pendakianku

Hari ini, Kamis  20 Agustus 2020, aku berangkat sendirian dari Solo, Jawa Tengah. Aku memulai perjalanan pagi-pagi sekali, sekitar pukul 04.30. Aku menggunakan  sepeda motor mengarah ke timur, candi Sukuh Ngargoyoso. Kondisi jalanan cukup sepi, cenderung lengang. Sehingga perjalananku begitu lancar. Satu jam 10 menit berkendara membawa aku sampai di base camp. Suasana cukup ramai, banyak anggota SAR Karanganyar bersama para relawan yang memantau situasi pendakian. Maklum hari ini tepat tanggal 1 Suro atau 1 Muharam. Artinya, gunung Lawu dari semua jalur akan penuh dengan para peziarah. Sengaja aku memilih hari ini untuk mencoba jalur baru ini. Tanya punya tanya, ternyata yang berziarah untuk menjalankan ritual malam 1 suro di jalur ini hanya ada 7 orang. Sedangkan hari ini belum ada satu pun pendaki yang akan nanjak.


bekal dr beskem

Setelah mendapat informasi secukupnya tentang jalur, aku pun seorang diri mantap melangkah untuk uji kaki dengan tik-tok (trail run amatiran, haha). Ada info kalau di atas (pos 1 dan 2), para relawan ada yang nge-pam, mereka berkemah untuk terlibat memantau situasi pendakian. Maka, akupun mantap melangkah. Menurut informasi, 2 jalur utama (kandang n cetho) telah penuh. Sebenarnya tradisi pengamanan seperti ini sudah terjadi bertahun-tahun. Hal seperti ini dapat dimaklumi karena di gunung Lawu setiap malam 1 Suro selalu ramai pengunjung. Ada yang peziarah, tetapi ada juga pendaki biasa.

Tepat pukul 06.00 aku memulai pendakian ini, seorang diri dengan metode trail run (tik-tok an). Tetap semangat. Mengawali pendakian dari titik antara 1.200 mdpl atau 1.400 mdpl untuk mencapai titik 3.265 mdpl membutuhkan strategi yang berprinsip. Mantap pokoke, hehe.

           

a)      Basecamp – Pos Bayangan -  Pos 1 (Kilban)

Letak base camp yang berada di ujung kampung, maka tak berapa langkah tibalah di area perkebunan. Sekitar 5 menit menyususri jalan perkebunan, tibalah di batas kebun-hutan. Batas ini ditandai dengan bangunan Sport-selfy yang cukup gagah. Bangunan dari besi yang melekat di antara 2 pohon pinus besar. Pohon yang sebagai sport selfy ini sebenanrnya udah terlihat dari batas kampung-ladang. Melewati hutan pinggiran di bawah sport selfy yang kelihatannya pernah ramai pengunjung kini menjadi sepi itu, mengikuti penunjuk arah hingga tak berapa lama tibalah di gerbang pendakian “Lawu via Tambak”. Total waktu dari beskem-gerbang pendakian ya sekitar 10 menit (=jalan santai, karena baru pemanasan).







Selepas gerbang pendakian, suguhan hutan yang seperti taman pun siap memanjakan mata. Ada bayak tanah datar yang ditumbuhi rumput hijau, seperti bumi perkemahan. Di bawah pohon-pohon besar, ada banyak tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan hijau, sangat cocok buat nenda (happy camp). Selepas gerbang pendakian, mata harus awas, karena banyak persimpangan, ada jalur motor dan warga yang mencari rumput. Kendati demikian, tenang saja karena penunjuk jalur cukup jelas. Sekitar seratus meter dari gerbang pendakian, medan langsung menanjak, tiada ampun. 10 menit sampailah di pos banyangan. Hanya mengatur nafas dan melanjutkan langkah. Medan masih sama, mengikuti punggungan bukit, sedangkan di lembah sisi kanan terlihat setapak jelas (bekas jalur trail).



Akhirnya, setelah 45 menit melakukan aktifitas pendakian dengan menempuh jarak 1,9 km tibalah aku di Pos 1 Kilban. Di pos ini ada beberapa relawan yang sedang nge-pam, mereka bertugas untuk memantau aktifitas peziarah yang tersebar di banyak jalur. Di pos 1 ini cukup luas, ada 1 barak yang dapat dipakai buat berteduh. Selter di pos 1 cukup menampung 20 orang duduk-duduk santai. Di sekitaran barak juga bisa untuk mendirikan tenda. Saya kira kalau hanya sekedar happy camp, tempatnya cocok. Pos 1 langsung menghadap matahari tenggelam. Jadi, kalau hanya sekedar pengin mendapat sensasi sunset sudah lumayan keren.


 

b)      Pos 1 (Kilban) - Pos 2 (Aruh)

Sekitar 5 menit, aku beristirahat di pos 1. Ketika akan berlanjut, beberapa relawan juga akan jalan-jalan menuju ke pos 2. Lalu, aku pun bersama-sama dengan mereka. Jadi, sekarang kami menjadi 6 orang. Selepas pos 1, keadaan jalur lebih bersahabat, yaitu landai. Hutan mulai variatif. Ada banyak jenis tanaman, pepohonan dan tumbuhan. Intinya, vegetasi yang  ada tidak hanya dominan pohon pinus. Bahkan di beberapa tempat, karena dedaunan begitu rimbun, maka sinar mataharipun tak mampu menembusnya.

Setapak sudah terlihat sangat jelas. Jadi pendaki pun akan mantap dalam menyusuri keindahan hutan di jalur ini. Akhirnya setelah 40 menit berjalan santai, kita mampu menebus jarak 1,1 km. Tepat pukul 07.40, kami pun tiba. Di pos 2 Aruh, ada banyak relawan yang sedang nge-pam. Jadi keadaan menjadi sangat ramai. Di pos ini tempatnya cukup datar, rimbun karena vegetasinya yang lebat. Di pos ini, juga terdapat selter yang bisa digunakan berteduh bila hujan turun. Selternya lumayan luas, bisa melindungi 15-20 orang. Di sekitaran selter, banyak tempat datar yang sangat cocok untuk mendirikan tenda.



Aku sebenarnya hendak mau langsung lanjut. Tetapi tertahan oleh pentolan dari “Gentapala”. Akhirnya segelas kopi pun menemani ngobrol asik hingga tidak terasa 40 menit pun berlalu. Kemudian aku pun pamit untuk meneruskan langkah. Berlari-lari kecil seperti anak-anak. Asik sih, hehe.

 

c)      Pos 2 (Aruh) - Pos 3 (Cemoro Dowo)

Dari pos 2 ini, keadaan hutan masih sama, rapat. Bagi yang suka suasana hutan, jalur ini sangat cocok. Jenis pepohonan cukup variatif, sedangkan tanjakan juga beriringan dengan jalur landai. Dari pos 2-3, jalur variatif, ada tanjakan, ada yang landai-datar, namun tidak ada turunan. Keadaan setapak ada yang terbuka jelas, tetapi ada pula yang tertutup perdu. Bahkan di beberapa wilayah karena pepohonan yang rapat sehingga menjadikan kawasan ini seperti hutan-lumut, dimana batang-batang pohon dari yang kecil hingga besar semuannya ditumbuhi lumut. Sangat menyenangkan.

Hingga pada akhirnya, setelah kurang lebih 40 menit, jarak 1,4 km telah terleweati. Sampailah aku di pos 3 Cemoro Dowo. Di pos ini tidak ada siapa-siapa, beda dengan dua pos sebelumnya. Artinya, sepanjang pos 2-3, aku masih berjalan seorang diri dan tidak berjumpa dengan manusia lainnya. Di pos ini terdapat selter yang lumayan luas. Tetapi di sekitar pos 3 tidak ada tempat datar untuk mendirikan tenda. Kecuali nekat mendirikan tenda di dalam selter (yang biasanya akan viral kena ekspos paparazzi).



 d)     Pos 3 (Cemoro Dowo) - Pos 4 (Tlogo Batok)

Tak berapa lama aku beristirahat di pos 3 ini. Maka, setelah nafas kembali teratur, aku pun meneruskan langkah. Selepas pos, medan setapak landai menyambut kaki, perdu ada yang tersingkap, tetapi ada pula yang manja menutupi jalur. Pepohonan pun mulai menjarang. Langit mulai terlihat gamblang. Birunya melambai bersama tiupan angin yang menciutkan nyali. Medan datarnya ternyata hanya pengantar, setelah 50 meter maka tanjakan terjal tiada ampun siap menyambut dan menguji mental.

Terengah aku sesekali menawar diri untuk terus melangkah atau tumbang di pinggir jalan. Perut terasa lapar dan tenaga koyak habis. Tertatih aku terus melangkah, memaksa diri untuk sampai di pos 4. Berharap bila sampai di pos 4 akan menawar diri, lanjut atau turun.



Di sela rimbunnya pepohonan cemara bersaing dengan edelweiss, selter pos 4 bertuliskan Tlogo Batok pun menyambut. Jarak tempuh pos 3-4 sebenarnya merupakan jarak terpendek yang hanya 0.8 km. Tetapi terasa paling jauh dan yang paling menguras tenaga. Sambil mengatur nafas, kulihat ada 1 pendaki yang akan turun. Sedikit ngobrol, bahwa ia bersama 2 temannya yang nenda di pos 5, mereka lanjut ke puncak, sedangkan dirinya karena ada keperluan maka pulang lebih awal.

Area pos 4 merupakan tempat datar yang bisa untuk mendirikan tenda dum sampai 10, juga ada selter yang kokoh. Aku kira ini, merupakan tempat paling nyaman untuk mendirikan tenda sebelum lanjut ke puncak. Area terlindung dari terpaan angin. Cukup nyaman dan hangat. Akupun membuka bekal 3 kue fit bar, menikmatinya, sambil beristirahat. Sekitar 15 menit aku beristirahat, kutengok arlojiku dan ternyata baru pukul 10.30, akupun memutuskan untuk meneruskan langkah. Dengan ritme yang tidak seperti sebelumnya.



 e)      Pos 4 (Tlogo Batok) -  Pos 5 (Suket Kuning)

Tenaga yang tidak seutuhnya kembali bugar, memaksaku mengurangi kecepatan langkah. Situasi medan tak jauh berubah dari sebelumnya. Tanjakan tiada habis dengan setapak yang sesekali rimbun tertutup semak, tetap ada pula yang terbuka lebar. Pepohonan yang jarang, namun di beberapa titik masih rapat. Silih berganti medan tanjakan yang terbuka langsung dihajar angin dan kadang tertutup rimbun dedaunan. Aku terus melangkah, tanpa target, yang penting terus melangkah. Hingga akhirnya sampai di medan setapak datar yang panjang dengan rapat terlindungi oleh pohon-pohon edelweiss. Pada area ini serasa di taman bunga dengan aroma khas bunga edelweiss yang membius hasrat. Area ini juga sekaligus menandai kalau pos 5 akan segera tiba. Setelah melewati area hutan bunga edelweiss maka langsung tiba di pos 5



 f)       Pos 5 (Suket Kuning) - Sun Rise Camp

Setelah melewati kanopi bunga edelweiss, yang bagaikan dimanja oleh orama kembang, mata akan membelalak karena sambutan bentang savanna pos 5 Suket Kuning. Jarak tempuh pos 4-5 sekitar 1,1 km ternyata masih tembus 30 menit. Bisa jadi karena efek istirahat lama dan ada asupan tenaga yang masuk. Di pos 5 angin bertiup kencang. Area terbuka yang tidak cocok untuk mendirikan tenda, karena hembusan angin yang cukup kencang. Tetapi view nya bagus. Jadi kalau mau mendirikan tenda di pos ini, ada dilemma yang harus didamaikan antara jalur angin dengan keindahan. Jam 11.00, aku tiba di pos 5 dan hanya beristirahat sebentar. Lanjut lagi.


Jalur sudah terbuka lebar, seolah tanpa pelindungan, tidak ada pohon, yang ada hanya rerumputan tinggi. Karena cuaca siang yang panas, menjadikanku tak mampu mempertahankan stamina. Lemas itu kembali menyerang, aku pun melambatkan langkah, sampai di Brak-Seng, sebuah selter yang tertutup. Lumayan selter ini sangat nyaman untuk berteduh, angin tidak masuk dan hangat. Menurut cerita, selter Brak Seng merupakan pos terakhir motor trail, lalu motor diparkir di situ dan dilanjutkan jalan kaki (bila mau ke puncak). Sekarang brak seng ini bisa dipakai oleh pendaki, karena sudah tidak ada motor trail yang lewat jalur ini.

brak seng

Bekal terakhir berupa dua bungkus kue fit bar pun akhirnya aku makan. Padahal rencana awal, dua bungkus kue ini akan kunikmati di puncak. Berhubung tenaga sudah keok, maka aku pun melanggar rencana. Setelah istirahat 5 menit dan menikmati fit bar, kembali aku melangkah. Usai melewati brak seng, jalur diputarkan menyususri lembah, sehingga tidak terhempas oleh angin. Jalurnya nyaman dari sergapan angin. Area kembali terbuka dan badan langsung digempur angin merupakan penanda akan tiba di sun set area camp. Di pos ini tidak ada lagi selter. Dari sun set camp ini, view yang ditawarkan memang luar biasa indahnya. Aku tiba di area ini sekitar pukul 11.30. Mantap pokoke.


 g)      Sun Rise Camp – Selo Penangkep -  Puncak Lawu Hargo Dumilah

Selepas sunset camp area aku langsung bergegas. Hal ini karena areanya terbuka, jadi kalau ritmenya terlalu pelan, takut kalau panas tubuh sampai turun. Sepanajng jalur banyak sekali tanaman cantigi yang sedang berbuah lebat dan matang. Akupun survival menikmati buah untuk cemilan dan sumber kekuatan. Tak berapa lama tibalah aku di persimpangan dengan jalur Cemorokandang, yaitu Selo Penangkep. Dari pos 2 sampai Selo Penangkep, aku hanya bertemu 1 pendaki. Tetapi setelah melewati persimpangan, kendati di siang bolong, banyak sekali pendaki yang melewati jalur Cemorokandang.


Semangatku pun kembali menggebu, langsung tancap gas. Hingga pada akhirnya tepat pukul 12.00, aku pun tiba di puncak tertinggi Lawu, Hargo Dumilah. Senang rasanya, karena bisa menuntaskan petualangan menapaki jalur Lawu via Tambak. Berangkat pukul 06.00 dan sampai di puncak pukul 12.00. Jadi total perjalanan lengkap dengan istirahatnya kurang lebih sekitar 6 jam.


Suasana sekitaran tugu puncak masih ramai, karena aku patuh pada protokol kesehatan, maka akupun melipir/ sedikit menyingkir dari tugu, berteduh di bawah pohon, sambil istirahat dan menikmati pemandangan dari ketinggian. Sambil istirahat ini lah, ada beberapa pendaki yang banyak bertanya karena pengin tahu metode yang aku gunakan. Hingga tidak terasa, ternyata ngobrol asik berbagi pengalaman  dan ilmu menggiringku hingga sampai pukul 14.00.

 

h)      Saatnya Turun: Puncak - Base Camp

Tepat pukul 2 siang, aku pun memulai perjalanan turun. Semangat menggebu. Terus bergerak, menari kaki di antara celah setapak, batu, semak dan pepohonan merupakan hiburan yang sangat menguji adrenalin. Terus bergerak, hingga akhirnya menjelang sunset camp area aku pun bertemu 2 orang pendaki, yang 1 temannya sudah turun lebih awal (ketemu di pos 4). Sambil beriringan, kami pun bergerak turun bersama. Jam 15.00 aku telah tiba di pos 5, lalu kami berpisah. Karena mereka masih akan masak dan bongkar tenda serta peking. Melaju kencang aku menghentakkan kaki, berharap sebelum gelap telah tiba di beskem.

jalur antara pos 3-2

Terus bergerak menyusuri setapak, tanpa ketemu pendaki lainnya. Lutut pun mulai gemetar, tetapi semangat yang membara menjadikanku terus gagah melangkah. Pos dua sepi, ternyata relawan yang nge-pam sudah turun. Tidak berhenti, lanjut lagi, pos 1 pun terlihat dan sepi. Di pos 1 pun SAR yang nge-pam juga sudah tidak ada. Tetap semangat. Langsung gas agar segera tiba di bawah. Hingga akhirnya, tepat pukul 17.00, aku pun tiba di beskem. Semua relawan ternyata baru tiba juga di beskem. Mereka pun menyampaikan apresiasi atas kesuksesanku dalam menapaki jalur Lawu via Tambak dengan metode tik-tok an (trail run). Istirahat sebentar, lalu aku pun berganti petualangan dengan ganti menunggangi kuda besi menuju solo, pulang ke rumah untuk berjumpa dengan orang-orang tercinta.

 sedikit gambaran jalur 



Akhirnya,

            Pada akhirnya, setiap petualangan harus meninggalkan makna. Inti dari adventure adalah “adanya pembelajaran” dari setiap kisah yang ditorehkan. Aku pun merasa dengan petualangan ini terbantu untuk semakin mengenal diri, mengolahnya dan memperbaikinya.

Dalam dunia pendakian, aku yang berlatarbelakang pendaki konvensional sering membuang-buang waktu untuk bertegur sapa dan berbincang dengan pendaki lain. Hal ini kadang bertolak belakang dengan metode yang masih awal aku geluti yaitu trail run. Dalam dunia trail run, waktu adalah emas. Semakin cepat semakin baik. Mendaki gunung dengan metode ini sebenarnya juga menuntut demikian. Tetapi aku kadang lebih bahagia bila dapat berbagi cerita dengan pendaki lain. Trail run tapi sering berhenti-berhenti untuk bertegur sapa bahkan rela berbagi ilmu berjam-jam. Buatku asik saja, selama waktu tiba di beskem tetap sebelum gelap.

Terimakasih Lawu via Tambak, bersamamu kudewasakan diriku. Terimaksih untuk semua orang yang aku jumpa dan untuk semua orang yang membantu kelancaran dalam petualangan ini. Terimaksih semesta, atas naunganmu dan pembelajaranmu. Terimakasih untuk isteriku yang masih memberi ruang kepadaku sehingga aku masih bisa bercengkerama dengan alam. Syukur Tuhan atas segala berkat dan perlindunganMu. Semoga aku masih bisa mengulang petualangan ini. Amin.