MAKNA TOURING (PERJALANAN): KESATUAN RODA DAN JIWA
Perjalanan merupakan kegiatan untuk
perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Banyak manusia menyakini
bahwa perjalanan hanya sebagai syarat untuk mencapai tempat yang dituju. Perjalanan
hanya diartikan sebagai sarana.
Saat ini, saya akan mencoba berbagi
arti perjalanan dari sisi lainnya. Secara pribadi, saya juga tidak menyalahkan
bahwa perjalanan atau tour merupakan
tindakan manusia yang menjadikan dirinya berpindah ke tempat yang berbeda. Perjalanan
menjadi syarat yang tidak bisa ditawar agar manusia dapat berganti tempat.
Pengalaman dari satu perjalanan
berganti dengan perjalanan berikutnya, menghantar saya untuk berani mengambil
satu pembelajaran. Tentunya ada banyak pembelajaran dari setiap perjalanan itu
sendiri.
Bagi saya, perjalanan adalah tujuan bukannya syarat. Terdengar
agak tidak masuk akal. Tetapi saya memang menyakini bahwa perjalanan mesti dan
harus diyakini sebagai tujuan. Walau bukan sebagai tujuan utama.
Sungguh amat disayangkan bila sebuah perjalanan hanya
dimaknai dan diartikan hanya sebatas syarat. Karena dengan hal tersebut perjalanan
akan
mengalami penyempitan makna, yaitu hanya sebagai alat. Manusia akan menemukan
kekecewaan saat memahami bahwa alat yang ia pakai tidak menghantarnya sampai
pada tujuan.
Banyak manusia yang kecewa ketika perjalanan gagal dan
tidak mencapai tujuannya. Akan beda cerita kalau perjalanan itu dimaknai
sebagai tujuan. Maka, kendati kenyataannya orang tersebut tidak sampai pada
tempat yang dituju ia tetap akan merasa puas. Ia akan yakin betul bahwa dirinya
telah mencapai tujuannya. Saya pribadi menyakini bahwa kegembiraan, kebahagiaan
adalah efek dari keberhasilan seseorang mencapai tujuannya. Bila perjalanan
menuju satu tempat tidak berhasil, saya yakin akan tetap bahagia, akan tetap
bergembira. Karena perjalanan sampai dimanapun sesungguhnya tetaplah sampai
pada tujuannya.
Ada satu pengalaman yang mungkin bisa menyederhanakan atau
menjelaskan keyakinan saya tersebut.
Kisah ini berawal dari niat hati untuk melakukan touring motor sama teman-teman muda ke
Baluran Situbondo. Namun, karena kesibukan kerja dan prioritas hidup menjadikanku
urung ikut. Sebagai penggantinya, maka kami pun menetapkan hari untuk membayar
hutan touring tersebut.
Satu bulan kami telah menetapkan agenda untuk touring sekaligus camping. Wonosobo dengan janji surganya di sekitar Dieng menjadi
target. Persiapan pun telah dilakukan. Koordinasi
pun berjalan dengan lancar. Hingga tiba pada harinya.
Sabtu, 4 Oktober 2014 pukul 19.00 sesuai kesepakatan
akupun tiba di base camp, gereja
Kleco, Surakarta. Tidak ada tanda-tanda. Semua anggota belum ada yang
kelihatan. Aku pun menunggu. Untuk mengusir jenuh, aku dan isteriku pun mencari
makanan. Nutrisi merupakan unsur penting bagi biker jarak jauh.
Hingga sampai jam 20.00 belum juga terlihat. Aku mencoba
SMS dan jawabannya pun sama, “OTW”. Kembali aku menunggu. Hingga saat waktu
berada pada angka 20.20 semua anggota telah lengkap. Ada 5 motor dan 7 pe-touring, yang dua adalah boncenger.
Briefing singkat, berdoa mohon pendampingan yang Ilahi. Hingga
tepat pukul 20.30 kami start engine. Go, go, go, … .
Melliuk motor-motor kami menembus pekatnya malam. Jalanan
Solo menuju Boyolali tidak terlalu ramai. Perjalanan lancar. Aman terkendali. Aku
diantara pemotor lainnya adalah biker
paling senior. Motorku pun juga tidak muda. Yang penting masih bisa mengimbangi
aja lah.
Perjalanan agak sedikit terhambat saat melewati
tanjakan sekaligus kelokan jalur Cepogo-Selo, Boyolali. Banyak tikungan yang
berlapiskan pasir. Musuh bebuyutan dari motorku adalah jalanan berpasir.
Medan seperti ini, akhirnya mengingatkanku pada
peristiwa yang pernah memaksaku untuk bergulingan dengan motor kesayangan.
Agaknya isteriku pun ingatan tentang peristiwa itu
baru ada dipermukaan. Hingga aku merasa ada kekhawatiran dan ketakutan. Setiap kali
ada tikungan gerak reflek dari isteriku selalu melawan alur, hingga yang terjadi adalah gangguan keseimbangan
motor.
Barisan motor terus melaju menembus pekat kabut
pegunungan. Jalur Selo menuju Magelang didominasi turunan. Hingga aku makin
merasakan kekhawatiran isteriku. Gerak refleksnya makin menjadikanku kurang
berkonsentrasi. Aku pun terpengaruh dengan keadaan psikologi dari isteriku. Hingga
pada akhirnya saat menemukan tikungan terakhir sebelum tanjakan menuju Ketep
Pas, motorku terpaksa membelai jalanan yang berpasir tebal dan berlobang.
Keadaan malam yang pekat oleh kabut pegunungan,
ketiadaan lampu jalanan, suasana yang gelap-sepi itu menjadi terusik dengan
suara jeritan dari isteriku yang bersamaan tumbangnya motorku. Suara itu masih diperparah
dengan pecahnya side box, kesayanganku.
Buatku, suara itu tidak terlalu mengagetkan. Yang menjasikanku
sangat terkejut, saat kulihat ada yang tidak beres dengan kaki isteriku. Ia terlihat
meringis kesakitan dan jalannya juga sudah tidak normal lagi. Padahal rencana
ke Dieng adalah nge-camp di gunung
Prau. Jelas ini akan menyusahkan tim dan jika aku melanjutkan perjalanan
berarti aku terlalu memaksakan diri.
Aku bersama teman-teman menge-cek keadaan motor. Beberapa bagian aku lepas hingga aku merasa yakin
kalau motorku siap untuk beraksi. Setelah semua beres, aku putuskan untuk tidak
melanjutkan kisah. Biarkan teman-teman lain yang meneruskan perjalanan menuju
Dieng.
Aku merasa bahwa teman-teman agak keberatan dengan
keputusanku. Dengan berbagai alasan yang masuk akal, akhirnya mereka mampu
menerima keputusanku itu. Aku pun putar haluan untuk kembali ke Solo.
Untuk perjalan pulang ini, kulewati dengan kecepatan
yang melambat. Isteriku masih trauma. Gerak refleknya tidak mampu
menyembunyikan itu.
Sepanjang perjalanan itu, aku banyak diam. Begitu pula
isteriku. Namun, pikiranku terus berputar seirama dengan putaran roda motorku. Hingga
aku semakin menyakini bahwa bukan tempat yang dituju sebagai akhir dari
perjalanan tetapi perjalanan itu sendiri mesti sebagai tujuannya. Kendati aku
tidak sampai di Dieng, namun aku tetap merasa bahagia. Keberanianku untuk lebih
mengutamakan keselamatan juga mendukungku untuk menemukan kebahagiaan dan
kedamaian hati.
Diakhir kisah, ingin kutegaskan bahwa perjalanan yang
diyakini sebagai tujuan akan lebih mungkin menghadirkan kegembiraan. Kebahagiaan
akan hadir setiap saat karena perjalanan itu sendiri merupakan tujuan dari jiwa manusia. Roda yang
berputar seirama dengan jiwa yang mencari ketenteraman. Kesatuan hati antara
jiwa dan roda yang berputar adalah roh dari biker,
spirit dari sang pejalan. Salam satu aspal.