BELAJAR HIDUP DENGAN BERSEPEDA
Oleh:
Heri
Putaran waktu yang terus melaju membawa aku untuk
sejenak tunduk. Kembali menyusuri memori untuk mengenang kisah. Cerita hidup
yang sengaja aku ciptakan. Telah lama aku melupakan satu hal yang menjadi sumber
bahagiaku, yaitu bersepeda. Sebenarnya, aku tidak bermaksud meninggalkannya,
namun keadaanlah yang memaksa. Berawal dari dunia nyaman yang berganti pada
kemandirian, menuntunku untuk bisa mengatur banyak hal. Salah satunya adalah
menata segala kebutuhan hidup. Walau hanya sepeda ontel, namun itu perlu waktu
untuk mendapatkannya. Menabung sedikit demi sedikit, hingga akhirnya di awal
2015, aku bisa memilikinya. Tidak terlalu mahal. Namun, bisa untuk mengurai
rindu.
Saat roda waktu meninggalkan tahun 2014 dan memasuki
tahun 2015, aku memulai rutinitas yang baru. Selama ini, setiap kali aku pergi
kerja selalu menggunakan motor. Semenjak memiliki sepeda ontel kuingin
mengganti alat transportasi dengannya. Tidak terasa telah satu tahun aku
mengayuh ontel ke tempat kerja. Hingga aku menyakini ada banyak manfaat dan keuntungan
dari aktifitas sederhana ini. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menyenangkan
Dengan bersepeda waktu
tempuh menuju tempat kerja menjadi lebih lambat. Artinya, kesempatan untuk
menikmati segala yang dilewati menjadi lebih lama. Ketika menemukan peristiwa yang
menggetarkan hati, dengan sendirinya juga akan lebih lama untuk dirasakan.
Karena jiwa lebih diberi ruang untuk menikmati yang ada, tidak buru-buru atau
tidak terlalu cepat, maka dengan sendirinya, hati lebih merasa damai. Suasanan
hati yang bahagia dan senang berpengaruh positif dalam menjalani rutinitas
kerja. Kemungkinan untuk stress juga terminimaliskan. Hidup menjadi lebih
nyaman.
2. Ekonomis
Menuju
tempat kerja dengan moda transportasi motor tentu menggunakan bahan bakar.
Artinya, membutuhkan pengeluaran. Kudu
mbayar. Dengan bersepeda hal itu tidak terjadi. Laju kecepatan sepeda
sangat ditentukan oleh tenaga yang diberikan. Dan hitu hanya terjadi kalau
dikayuh. Maka, bersepeda tidak perlu memikirkan biaya, tetapi tenaga.
3. Menyehatkan
Bersepeda
merupakan aktifitas olahraga yang dianjurkan karena ada banyak manfaat
kesehatan yang akan diperoleh. Aktifitas fisik yang dilakukan lebih dari 15
menit pasti akan membakar lemak. Kalori yang terbakar dengan sendirinya akan memacu
tubuh berkeringat. Berkeringat karena olahraga pasti mengeluarkan racun dalam
tubuh. Selain itu, bersepeda juga meningkatkan gairah hidup, menyenangkan dan
ekonomis. Maka, bisa mengurangi stress. Dengan tiga manfaat yaitu: membakar
lemak, ekonomis dan menyenangkan dalam waktu yang bersamaan akan memberi dampak
kesehatan yang signifikan. Raga menjadi lebih bugar dan bergairah dalam
menjalani hidup dengan segala dinamikanya.
4. Berpihak pada alam
Tidak
dapat dipungkiri bahwa bersepeda berarti tidak mengeluarkan gas emisi buang.
Maka, dengan sendirinya ikut mengurangi efek rumah kaca. Mengurangi jumlah karbon
di udara sebagai polusi berarti ikut menjaga kebersihan udara. Dengan
tersedianya oksigen yang layak dihirup, berarti dapat mengurangi sumber
penyakit. Bersepeda berarti juga ikut menjaga bumi dari polusi dan secara
tidak langsung ikut berperan dalam mengurangi berbagai penyakit akibat
dari gas buang yang terhirup oleh manusia.
5. Bersolider
Tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Indonesia masih di
bawah garis kemiskinan. Artinya masih banyak warga yang hidup secara sederhana.
Kendati yang memiliki sepeda motor sudah cukup banyak, namun hal itu masih
dinilai sebagai barang mewah. Di sekitar tempatku berada, transportasi sepeda
masih banyak dipakai, karena belum mampu untuk membeli yang lebih. Dengan
demikian, alat transportasi juga menunjukkan kelas sosial. Bersepeda masih
dinilai sebagai kalangan bawah, kalangan sederhana, atau bahasa yang lebih menyakitkan
adalah “kalangan miskin”. Bersepeda tidak diinginkan karena identik dengan
kemiskinan.
Hal ini tidak dapat disalahkan, karena pola pikir
masyarakatnya masih demikian. Masih butuh waktu lama, untuk mengubah pola pikir
yang seperti ini. Oleh karena itu, aku dengan sengaja memilih bersepeda,
kendati memiliki motor. Oleh teman-teman kerja aku juga sering diolok-olok.
Biarlah, itu hak mereka. Bagiku, bersepeda adalah cara mudah untuk bersolider
dengan kelas sosial bawah. Aku bisa mengalami bagaimana hidup dengan situasi
masyarakat yang masih menilai sesamanya dari “kendaraan yang dipakainya”.
Mengalami bagaimana rasanya ketika tidak dihargai dijalanan.
6. Mengolah emosi untuk menjadi sabar
Menyambung
point 5, bahwa bersepeda berarti membangun dan menghayati semangat solidaritas
bagi “kaum sederhana”, maka dengan
sendirinya juga akan banyak mengalami perlakuan yang tidak mengenakan.
Berhadapan dengan situasi dan peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, diri
yang dewasa akan mensikapinya secara bijak. Bukan amarah yang tidak jelas.
Mengolah guncangan emosi negatif menjadi daya positif. Hati yang dongkol bisa
memicu munculnya energi yang besar dan itu bisa disalurkan untuk mengayuh
sepeda sehingga lebih bertenaga dan tidak terasa capek.
Selain
terbiasa mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan, bersepeda juga
sangat tergantung pada dirinya. Kecepatan sepeda tidak bisa dibandingkan dengan
mesin. Artinya, besarnya tenaga mempengaruhi kecepatan. Menikmati kegiatan
bersepeda berarti menikmati ritme perjalanan. Gerak yang konstan merupakan
metode yang baik untuk menghantar pada perjumpaan dengan dunia batin. Bersepeda
dengan kesadaran menjadi salah satu cara bermeditasi dan itu efektif. Belajar
sabar dengan bersepeda. Berarti belajar menjadi bijaksana. Orang yang bijak
adalah orang yang paling mudah menemukan kedamaian dan kebahagiaan hidup.
Adapun beberapa pengalaman yang tidak mengenakan itu,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sudah Keluar Aspal Masih Diumpat
Tidak semua orang yang di jalan tahu etikanya. Maka,
ada istilah “yang waspada dan mau mengalahlah yang akan selamat”. Pernah suatu
ketika dalam keadaan jalan yang ramai kendaraan, dari belakang ada klakson
motor yang diulang-ulang. Terdengar cukup kencang, berarti ngebut. Aku sadar bahwa harus ngalah. Sudah minggir tetapi tetap
diklakson kencang. Kuputuskan untuk turun dari aspal, setelah motor yang
meng-klakson lewat disamping, tiba-tiba aku diumpat. Cukup kasar. Demi pertimbangan
etis, maka aku tidak menuliskannya. Namun umpatan itu masih terngiang-ngiang
dan masih menyakitkan. Lebih menyakitkan, karena hal itu terus berulang. Hingga
akhirnya, aku terbiasa pula.
2. Didahului Kemudian Dipotong
Peristiwa yang setiap hari hampir selalu diulang
adalah “ketiadaan imajinasi pengendara motor”. Hampir selalu dapat dipastikan
ketika ada motor yang mendahului, kemudian dengan segera akan memotong di
depanku. Gaya khas pembalap liar. Sepontan pasti aku kalang kabut. Karena daya
cengkeram rem sepeda ontel dengan motor pasti berbeda. Kecepatan motor 40
km/jam bagiku cukup lambat, tetapi sepeda ontel dengan kecepatan yang sama itu
teramat kencang. Maka daya henti saat direm juga berbeda. Pernah suatu hari aku
dipotong dan secara reflek kukencangkan rem, roda berhenti total tetapi masih meluncur.
Istilah Jawanya adalah “Ngesrok”. Untungnya tidak jatuh. Awal-awal
ngontel, aku sering cukup kencang dengan rata-rata kecepatan 35-40 km/jam. Semenjak
sering mengalami peristiwa dipotong dan pontang-panting. Akhirnya kubatasi kecepatan
maksimal 30 km/jam. Demi keselamatan.
Pengalaman sederhana ini menegaskan bahwa manusia bisa
berkembang melalui pengalaman yang telah termaknai. Bersama sepeda yang kukayuh
selama satu tahun telah menghantarku untuk berjumpa dengan banyak hal. Hingga akhirnya
aku pun boleh belajar dari padanya. Selanjutnya aku akan lebih membuka hati
untuk pengalaman-pengalaman berikutnya. Semoga diri ini semakin menjadi utuh, berkembang
menjadi pribadi yang bisa memaknai setiap peristiwa untuk menemukan kedamaian
dan kebahagiaan. Semoga.
mantep bang ..jadi pengen nyepeda lagi, sepeda nyampe berdebu...
BalasHapussepeda minta segera unt dibersihkan dan diservis, maka siap menemani menjelajahi diri. hehe
Hapuskeren pak👏
BalasHapusayo, ikutan nyepeda. biar sehat, gembira n irit, hehe
Hapus